Senin, 15 Juli 2013

Hukum Memakai Niqob(Cadar)

Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarakaatuh ...





Bagaimana Hukum Memakai Cadar?” ketegori Muslim. Sebagaimana kita ketahui, banyak dari umat muslimah yang menggunakan cadar untuk menutupi wajahnya. Apakah ada hukum fikih yang mengatur hal tersebut? Kemudian bagaimana kaitannya dengan aurat muslimah berupa wajah dan telapak tangan. Wallahu’alam.
Muhamad Kasyful
Jawaban
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
Masalah kewajiban memakai cadar sebenarnya tidak disepakati oleh para ulama. Maka wajarlah bila kita sering mendapati adanya sebagian ulama yang mewajibkannya dengan didukung dengan sederet dalil dan hujjah. Namun kita juga tidak asing dengan pendapat yang mengatakan bahwa cadar itu bukanlah kewajiban. Pendapat yang kedua ini pun biasanya diikuti dengan sederet dalil dan hujjah juga.
Dalam kesempatan ini, marilah kita telusuri masing-masing pendapat itu dan berkenalan dengan dalil masing-masing. Sehingga kita bisa memiliki wawasan dalam memasuki wilayah ini bukan mencari titik perbedaan dan berselisih pendapat, melainkan untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang dasar kedua pendapat ini. Agar kita bisa berbaik sangka dan tetap menjaga hubungan baik dengan kedua belah pihak.
1. Kalangan yang Mewajibkan Cadar
Mereka yang mewajibkan setiap wanita untuk menutup muka berangkat dari pendapat bahwa wajah itu bagian dari aurat wanita yang wajib ditutup dan haram dilihat oleh lain jenis non mahram.
Dalil-dalil yang mereka kemukakan antara lain:
a. Surat Al-Ahzab: 59
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu`min, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat ini adalah ayat yang paling utama dan paling sering dikemukakan oleh pendukung wajibnya niqab. Mereka mengutip pendapat para mufassirin terhadap ayat ini bahwa Allah mewajibkan para wanita untuk menjulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka termasuk kepala, muka dan semuanya, kecuali satu mata untuk melihat. Riwayat ini dikutip dari pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas`ud, Ubaidah As-Salmani dan lainnya, meskipun tidak ada kesepakatan di antara mereka tentang makna `jilbab` dan makna `menjulurkan`.
Namun bila diteliti lebih jauh, ada ketidak-konsistenan nukilan pendapat dari Ibnu Abbas tentang wajibnya niqab. Karena dalam tafsir di surat An-Nuur yang berbunyi , Ibnu Abbas justru berpendapat sebaliknya.
Para ulama yang tidak mewajibkan niqab mengatakan bahwa ayat ini sama sekali tidak bicara tentang wajibnya menutup muka bagi wanita, baik secara bahasa maupun secara `urf . Karena yang diperintahkan jsutru menjulurkan kain ke dadanya, bukan ke mukanya. Dan tidak ditemukan ayat lainnya yang memerintahkan untuk menutup wajah.
b. Surat An-Nuur: 31
Katakanlah kepada wanita yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya.
Menurut mereka dengan mengutip riwayat pendapat dari Ibnu Mas`ud bahwa yang dimaksud perhiasan yang tidak boleh ditampakkan adalah wajah, karena wajah adalah pusat dari kecantikan. Sedangkan yang dimaksud dengan `yang biasa nampak` bukanlah wajah, melainkan selendang dan baju.
Namun riwayat ini berbeda dengan riwayat yang shahih dari para shahabat termasuk riwayat Ibnu Mas`ud sendiri, Aisyah, Ibnu Umar, Anas dan lainnya dari kalangan tabi`in bahwa yang dimaksud dengan `yang biasa nampak darinya` bukanlah wajah, tetapi al-kuhl dan cincin. Riwayat ini menurut Ibnu Hazm adalah riwayat yang paling shahih.
c. Surat Al-Ahzab: 53
`Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah.
Para pendukung kewajiban niqab juga menggunakan ayat ini untuk menguatkan pendapat bahwa wanita wajib menutup wajah mereka dan bahwa wajah termasuk bagian dari aurat wanita. Mereka mengatakan bahwa meski khitab ayat ini kepada istri Nabi, namun kewajibannya juga terkena kepada semua wanita mukminah, karena para istri Nabi itu adalah teladan dan contoh yang harus diikuti.
Selain itu bahwa mengenakan niqab itu alasannya adalah untuk menjaga kesucian hati, baik bagi laki-laki yang melihat ataupun buat para istri nabi. Sesuai dengan firman Allah dalam ayat ini bahwa cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka .
Namun bila disimak lebih mendalam, ayat ini tidak berbicara masalah kesucian hati yang terkait dengan zina mata antara para shahabat Rasulullah SAW dengan para istri beliau. Kesucian hati ini kaitannya dengan perasaan dan pikiran mereka yang ingin menikahi para istri nabi nanti setelah beliau wafat. Dalam ayat itu sendiri dijelaskan agar mereka jangan menyakiti hati nabi dengan mengawini para janda istri Rasulullah SAW sepeninggalnya. Ini sejalan dengan asbabun nuzul ayat ini yang menceritakan bahwa ada shahabat yang ingin menikahi Aisyah ra. bila kelak Nabi wafat. Ini tentu sangat menyakitkan perasaan nabi.
Adapun makna kesucian hati itu bila dikaitkan dengan zina mata antara shahabat nabi dengan istri beliau adalah penafsiran yang terlalu jauh dan tidak sesuai dengan konteks dan kesucian para shahabat nabi yang agung.
Sedangkan perintah untuk meminta dari balik tabir, jelas-jelas merupakan kekhusususan dalam bermuamalah dengan para istri Nabi. Tidak ada kaitannya dengan `al-Ibratu bi `umumil lafzi laa bi khushushil ayah`. Karena ayat ini memang khusus membicarakan akhlaq pergaulan dengan istri nabi. Dan mengqiyaskan antara para istri nabi dengan seluruh wanita muslimah adalah qiyas yang tidak tepat, qiyas ma`al-fariq. Karena para istri nabi memang memiliki standar akhlaq yang khusus. Ini ditegaskan dalam ayat Al-Quran.
`Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.`
d. Hadits Larang Berniqab bagi Wanita Muhrim
Para pendukung kewajiban menutup wajah bagi muslimah menggunakan sebuah hadits yang diambil mafhum mukhalafanya, yaitu larangan Rasulullah SAW bagi muslimah untuk menutup wajah ketika ihram.
`Janganlah wanita yang sedang berihram menutup wajahnya dan memakai sarung tangan`.
Dengan adanya larangan ini, menurut mereka lazimnya para wanita itu memakai niqab dan menutup wajahnya, kecuali saat berihram. Sehingga perlu bagi Rasulullah SAW untuk secara khusus melarang mereka. Seandainya setiap harinya mereka tidak memakai niqab, maka tidak mungkin beliau melarangnya saat berihram.
Pendapat ini dijawab oleh mereka yang tidak mewajibkan niqab dengan logika sebaliknya. Yaitu bahwa saat ihram, seseorang memang dilarang untuk melakukan sesuatu yang tadinya halal. Seperti memakai pakaian yang berjahit, memakai parfum dan berburu. Lalu saat berihram, semua yang halal tadi menjadi haram. Kalau logika ini diterapkan dalam niqab, seharusnya memakai niqab itu hukumnya hanya sampai boleh dan bukan wajib. Karena semua larangan dalam ihram itu hukum asalnya pun boleh dan bukan wajib. Bagaimana bisa sampai pada kesimpulan bahwa sebelumnya hukumnya wajib?
Bahwa ada sebagian wanita yang di masa itu menggunakan penutup wajah, memang diakui. Tapi masalahnya menutup wajah itu bukanlah kewajiban. Dan ini adalah logika yang lebih tepat.
e. Hadits bahwa Wanita itu Aurat
Diriwayatkan oleh At-Tirmizy marfu`an bahwa,
Wanita itu adalah aurat, bila dia keluar rumah, maka syetan menaikinya`.
Menurut At-turmuzikedudukan hadits ini hasan shahih. Oleh para pendukung pendapat ini maka seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, termasuk wajah, tangan, kaki dan semua bagian tubuhnya. Pendapat ini juga dikemukakan oleh sebagian pengikut Asy-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah.
f. Mendhaifkan Hadits Asma`
Mereka juga mengkritik hadits Asma` binti Abu Bakar yang berisi bahwa, Seorang wanita yang sudah hadih itu tidak boleh nampak bagian tubuhnya kecuali ini dan ini Sambil beliau memegang wajar dan tapak tangannya.
* * *
2. Kalangan yang Tidak Mewajibkan Cadar
Sedangkan mereka yang tidak mewajibkan cadar berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat wanita. Mereka juga menggunakan banyak dalil serta mengutip pendapat dari para imam mazhab yang empat dan juga pendapat salaf dari para shahabat Rasulullah SAW.
a. Ijma` Shahabat
Para shahabat Rasulullah SAW sepakat mengatakan bahwa wajah dan tapak tangan wanita bukan termasuk aurat. Ini adalah riwayat yang paling kuat tentang masalah batas aurat wanita.
b. Pendapat Para Fuqoha bahwa Wajah Bukan termasuk Aurat Wanita.
Al-Hanafiyah mengatakan tidak dibenarkan melihat wanita ajnabi yang merdeka kecuali wajah dan tapak tangan. . Bahkan Imam Abu Hanifah ra. sendiri mengatakan yang termasuk bukan aurat adalah wajah, tapak tangan dan kaki, karena kami adalah sebuah kedaruratan yang tidak bisa dihindarkan.
Al-Malikiyah dalam kitab `Asy-Syarhu As-Shaghir` atau sering disebut kitab Aqrabul Masalik ilaa Mazhabi Maalik, susunan Ad-Dardiri dituliskan bahwa batas aurat waita merdeka dengan laki-laki ajnabi adalah seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan. Keduanya itu bukan termasuk aurat.
Asy-Syafi`iyyah dalam pendapat As-Syairazi dalam kitabnya `al-Muhazzab`, kitab di kalangan mazhab ini mengatakan bahwa wanita merdeka itu seluruh badannya adalah aurat kecuali wajah dan tapak tangan.
Dalam mazhab Al-Hanabilah kita dapati Ibnu Qudamah berkata kitab Al-Mughni 1: 1-6,`Mazhab tidak berbeda pendapat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan tapak tangannya di dalam shalat
Daud yang mewakili kalangan zahiri pun sepakat bahwa batas aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuai muka dan tapak tangan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Nailur Authar. Begitu juga dengan Ibnu Hazm mengecualikan wajah dan tapak tangan sebagaiman tertulis dalam kitab Al-Muhalla.
c. Pendapat Para Mufassirin
Para mufassirin yang terkenal pun banyak yang mengatakan bahwa batas aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali muka dan tapak tangan. Mereka antara lain At-Thabari, Al-Qurthubi, Ar-Razy, Al-Baidhawi dan lainnya. Pendapat ini sekaligus juga mewakili pendapat jumhur ulama.
d. Dhai`ifnya Hadits Asma Dikuatkan oleh Hadits Lainnya
Adapun hadits Asma` binti Abu Bakar yang dianggap dhaif, ternyata tidak berdiri sendiri, karena ada qarinah yang menguatkan melalui riwayat Asma` binti Umais yang menguatkan hadits tersebut. Sehingga ulama modern sekelas Nasiruddin Al-Bani sekalipun meng-hasankan hadits tersebut sebagaimana tulisan beliau `hijab wanita muslimah`, `Al-Irwa`, shahih Jamius Shaghir dan `Takhrij Halal dan Haram`.
e. Perintah Kepada Laki-laki untuk Menundukkan Pandangan.
Allah SWt telah memerintahkan kepada laki-laki untuk menundukkan pandangan . Hal itu karena para wanita muslimah memang tidak diwajibkan untuk menutup wajah mereka.
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: `Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.
Dalam hadits Rasulullah SAW kepada Ali ra. disebutkan bahwa,
Janganlah kamu mengikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya. Karena yang pertama itu untukmu dan yang kedua adalah ancaman/dosa.
.
Bila para wanita sudah menutup wajah, buat apalagi perintah menundukkan pandangan kepada laki-laki. Perintah itu menjadi tidak relevan lagi.


Alhamdulillah, segala puji hanya untukNya dan selawat serta salam adalah untuk Rasulullah, ahli bayt, para sahabat baginda dan tabi’in semuanya.  Semoga Allah beri ganjaran setimpal dengan usaha mereka menyampaikan ilmu Allah di muka bumi ini

Alhamdulillah, antara perkara diluar jangkaan saya dalam memasuki era alaf baru ini ialah masih ramai anak-anak gadis atau wanita yang berminat dengan purdah dan berkeinginan pula memakainya.
Selepas seorang demi seorang sahabat-sahabat saya menanggalkan purdah mereka, menyimpan jubah-jubah mereka, menyingkatkan tudung-tudung mereka bahkan me’make-up’kan wajah-wajah mereka dengan pelbagai rasional dan alasan, saya jangka saya akan bertambah sepi di dunia yang serba mencapah pelbagai tahap kemajuan ini.  Saya sangka saya akan semakin tersisih dalam masyarakat Islam saya sendiri.  Namun Allah memberi keterangan yang nyata kepada saya, jika sesuatu itu secara fitrah dan syariat memang ada hujjah di sisiNya, tiada siapa yang dapat menghapuskan amalan tersebut dari kalangan wanita yang mahu memilih purdah sebagai salah satu cara mendekatkan diri kepadaNya.
Sering juga saya mendapat soalan-soalan dari kaum wanita yang bertanyakan tentang purdah, tentang hasrat untuk memakainya dan cara bermuamalah dengan masyarakat serta kerjaya apabila berniqab.

Oleh kerana kita berada di zaman banyak restoran dan kedai-kedai makan, maka antara soalan yang dikemukakan ialah bagaimana cara wanita berpurdah mahu makan di tempat umum?  Jika di Arab Saudi atau setengah restoran di Jordan, mungkin tiada masalah bagi wanita berniqab kerana di sana terdapat restoran yang mengasingkan ruang makan muslimin, muslimah dan keluarga.

Sebelum saya memberi respon tentang persoalan-persoalan di atas, sukalah saya berkongsi sedikit info di bawah bagi mereka yang berminat memakai purdah.  Ia adalah hasil kajian Harlina dan sahabat-sahabatnya di KUIS.   Sudah tentu tulisan di bawah kelihatan tidak sempurna namun ia mampu menyempurnakan  lagi  perbahasan sedia ada mengenai niqab.  Oleh itu, dinasihatkan agar membaca juga perbahasan-perbahasan lain yang dinukilkan di dalam kitab-kitab salaf, buku-buku moden dan juga web serta blog.
Sebenarnya, sebahagian persoalan saya sudah jawab di ruang komen itu sendiri dan sebahagiannya saya jawab melalui email.  Oleh kerana saya sering kesuntukan waktu menulisnya secara ilmiah, maka saya tidak paparkan di ruang hadapan blog ini.
Walaubagaimana pun, pandangan Harlina dan sahabatnya di bawah tidak mewakili pandangan saya secara peribadi.   Oleh sebab itu,  sehingga saat saya menulis ini, saya konsisten dengan jawapan-jawapan yang pernah diberikan di ruang komen.  Seperkara lagi harus disedari, walaupun Harlina dan sahabat-sahabatnya berpegang kepada hukum wajib, namun mereka tidak menolak pandangan sebahagian yang berpegang kepada hukum sunat berpurdah.   Jadi hukum memakai purdah tetap terdapat khilaf pandangan mengenainya.
Berdasarkan pengamatan peribadi saya, hukum memakai purdah sama ada wajib atau sunat berlandaskan nas-nas al-Quran dan hadis.  Jadi saya tidak dapati wujudnya ruang kepada mana-mana individu, organisasi atau kerajaan untuk menilai (judge) pemakai purdah sebagai ekstrim, syadid, kolot, ketinggalan zaman dan seumpamanya.
Bila kita memahami asas dan kaedah-kaedah matematik dengan baik, insya Allah kita mampu menjawab apa jua bentuk soalan yang dikemukakan.  Begitu juga dengan hukum memakai niqab, kita perlu memahami prinsip asas menutup aurat dan juga perbahasan-perbahasan pada perkara khilaf dengan baik, barulah kita akan merasa mudah melaksanakannya walau apa pun cabaran yang mendatang.  Selain prinsip mengenai hijab itu sendiri, kita berkewajiban memahami prinsip-prinsip Islam yang asas pada ilmu aqidah, syariat dan akhlak.  Ketiga-tiga struktur ilmu Islam ini jika difahami dengan baik, akan membantu kita menjadi muslim yang baik bukan sahaja pada penampilan, bahkan pada perkara yang menjadi akar dan buah pohon Islam itu sendiri yakni aqidah dan akhlak.  Justeru itulah Allah berkata di dalam surah al-A’raaf ayat 26,

Wahai anak-anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu pakaian menutup aurat kamu serta pakaian perhiasan dan pakaian taqwa itulah yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah dari tanda-tanda (limpah kurnia) Allah (dan rahmatNya kepada hamba-hambaNya) supaya mereka mengenangnya (dan bersyukur).

Insya Allah,  saya akan menyambung sedikit demi sedikit respon terhadap soalan mengenai pemakaian niqab di blog ini.
SAYA NAK PAKAI PURDAH, APA PANDANGAN AKAK ?

Bismillahirrohmaanirrohiim.
Segala puji hanya bagi Allah.
Kita memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya dan memohon keampunan
kepada-Nya. Kita juga memohon perlindungan Allah di atas segala kesilapan
dan kesalahan diri kita. Mereka yang diberikan petunjuk oleh Allah, maka tiada
siapa pun yang dapat menyesatkannya daripada petunjuk tersebut. Dan
barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak siapa pula yang dapat
memberikannya petunjuk. Aku bersaksi bahawa tiada Ilah (tuhan) melainkan
Allah dan tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahawa Muhammad adalah
hamba Allah dan Rasul-Nya.
Seringkali ana mendapat soalan begini, sama ada seseorang menemui ana face to face atau  menghantar SMS kepada ana.
SAYA NAK PAKAI PURDAH, APA PANDANGAN AKAK?
Ana suka mengingatkan ana dan sesiapa sahaja tentang beberapa perkara:
Selepas berbincang dengan Naqibah di sebuah institusi, alhamdulillah ana lebih mantap memahami hukum berpurdah setelah sama-sama mengkaji dengan Naqibah apakah sunat atau wajib yang sewajar-wajarnya menjadi pegangan kami? Oleh itu, kajian kami hendaklah berlandaskan pada kebenaran menurut al-Qur’an dan as-Sunnah.
Ana sebelum ini berpendapat wajib.
Begitu juga naqibah ana.
Oleh yang demikian, kami sama-sama menyatakan hasil kajian kami mengapa kami meyakini wajib berpurdah. Kami juga mengeluarkan hujah-hujah ulama’ yang mengatakan purdah ini sunat atau harus. Pelbagai hujah dikeluarkan daripada kitab Fiqh sampailah kepada buku-buku ringan tentang wanita dan auratnya. (Hujah yang tidak menghukum WAJIB purdah bagi wanita). Mengapa?
Ini adalah bagi memastikan kedua-dua kami bukan bertaqlid membuta tuli atau sekadar memahami pada surface sahaja. Alhamdulillah, kami boleh memahami kitab bahasa Arab dengan baik.
Ana tunjukkan hujah-hujah bahasa melayu yang telah ana simpan selama pengkajian ana.
Naqibah juga menunjukkan hujah yang diyakininya.
Ada tiga hujah yang kuat mengatakan seperti berikut: (Boleh rujuk pelbagai Kitab Fiqh): Hujah-hujah lain sengaja tidak disenaraikan di sini kerana tidak kuat untuk menyaingi hujah wajib.
AL-QUR’AN
Ana jelaskan bahawa Surah al-Ahzab (33:59) menunjukkan perkataan ‘jalabibihinna’ yang ditafsirkan ‘tudung’ bagi sesetengah ulama’ dan ‘purdah’ bagi sesetengah yang lain.
HADIS
Ana jelaskan bahawa ada tiga hujah yang kuat mengatakan seperti berikut: (Boleh rujuk pelbagai Kitab Fiqh):
  1. Dalil yang paling banyak dibentang dalam mana-mana buku tentang AURAT WANITA ialah hadis riwayat Saidatina Aishah bahawa Nabi bersabda kepada Saidatina Asma’, “ Wanita apabila sudah baligh seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali ini dan ini”(Rasulullah s.a.w menunjukkan muka dan tangan).Boleh rujuk teks lengkap dalam Riwayat Abu Daud.

2.   Dalil yang mengatakan seorang wanita telah menemui Rasulullah s.a.w semasa
      ihram untuk bertanyakan soalan, kemudian Fudhail bin Abbas melihat wanita itu.
      Rasulullah memusingkan wajah Fudhail ke arah lain supaya tidak memandang
      wanita itu. Ini adalah kerana wanita itu tidak memakai purdah.(Pertikaiannya
      ialah Rasulullah tidak mengarahkan wanita itu berpurdah sebaliknya hanya
      memusingkan wajah Fudhail). Boleh rujuk teks lengkap dalam banyak kitab.
  1. Dalil ketiga ialah selepas menunaikan Solat Hari Raya, Rasulullah berkhutbah,
     seorang wanita bangun dan bertanya soalan kepada Rasulullah, dalam hadis ini
      menyatakan bahawa wanita itu wajahnya kemerah-merahan. (pertikaiannya,
       Rasulullah tidak menyuruh wanita itu berpurdah, sebaliknya hanya menjawab
      soalan-soalannya). Boleh rujuk teks lengkap dalam bnyak kitab.
Oleh yang demikian, kami berbincang tentang penjelasan ulama’-ulama’ bagi setiap hujah:
Bagi Surah al-Ahzab (33:59) menunjukkan perkataan ‘jalabibhinna’ yang ditafsirkan ‘tudung’ bagi sesetengah ulama’ dan ‘purdah’ bagi sesetengah yang lain.
Setelah berbincang, kami berpegang pada pendapat sahabat yang hidup pada zaman Nabi s.a.w iaitu Ibn Abbas yang menjelaskan bahawa perkataan ‘jalabibhinna’ ini bermaksud seluruh tubuh wanita wajib ditutup kecuali mata. Ini adalah kerana pada pendapat kami beliau adalah ulama’ tafsir yang paling memahami apa yang dimaksudkan dalam ayat al-Qur’an yang mulia ini kerana beliau hidup di zaman Nabi s.a.w.
Oleh itu, sebarang hujah ulama’ lain yang menghukum ia sebagai tudung tidak dapat dijadikan hujah memandangkan banyak ulama’ lain mentafsirkan bahawa ia bermaksud purdah juga. Oleh kerana pendapat ulama-ulama adalah pelbagai, tafsiran yang paling rajih sekali ialah melalui mufassir yang hidup pada zaman Nabi s.a.w. Oleh yang demikian,tafsiran yang paling rajih adalah tafsir Ibnu Abbas. Wallahua’lam.
Manakala bagi hadis pula:
Dalil yang paling banyak dibentang dalam mana-mana buku tentang AURAT WANITA ialah hadis riwayat Saidatina Aishah bahawa Nabi bersabda kepada Saidatina Asma’, “ Wanita apabila sudah baligh seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali ini dan ini”(Rasulullah s.a.w menunjukkan muka dan tangan).
Setelah berbincang, kami berpendapat seperti berikut: Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud, oleh yang demikian kami rujuk kitab hadis Abu Daud dan mendapati bahawa Abu Daud mengatakan bahawa hadis ini mursal iaitu terputus sanadnnya, oleh yang demikian, tidak dapat dipastikan kesahihannya. Ini adalah kerana Khalid bin Duraik dikatakan tidak berjumpa dengan Saidatina Aishah r.ha. Oleh yang demikian, hadis ini tidak dapat menyangkal ayat al-Qur’an yang ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dan tidak pula bertentangan dengannya. Ini adalah kerana tidak dapat dipastikan kesahihannya kerana Abu Daud sendiri yang meriwayatkannya dan tidak pasti kesahihannya.
Dalil yang mengatakan seorang wanita telah menemui Rasulullah s.a.w semasa ihram untuk bertanyakan soalan, kemudian Fudhail bin Abbas melihat wanita itu. Rasulullah memusingkan wajah Fudhail ke arah lain supaya tidak memandang    wanita itu. Ini adalah kerana wanita itu tidak memakai purdah.(Pertikaiannya ialah Rasulullah tidak mengarahkan wanita itu berpurdah sebaliknya hanya memusingkan wajah Fudhail)
Kami berpendapat seperti berikut: Hadis ini dipertikaikan oleh ulama’ yang menghukum tidak perlu menutup muka ialah kerana Rasulullah tidak memerintahkan wanita itu menutup muka sebaliknya hanya menolehkan wajah sahabatnya Fudhail. Manakala menurut ulama’ yang menghukum wajib menutup wajah mengatakan bahawa ini berlaku ketika ihram. Sebagaimana kewajipan memakai purdah adalah terkecuali ketika solat dan ihram, maka wanita ini tidak wajib berpurdah kerana sedang berihram. Sebab itu, Rasulullah hanya menolehkan muka sahabatnya dan tidak memerintahkan wanita itu menutup mukanya. Oleh yang demikian kedua-duanya mempunyai hujah yang seimbang. Wallahua’lam.
Dalil ketiga ialah selepas menunaikan Solat Hari Raya, Rasulullah berkhutbah, seorang wanita bangun dan bertanya soalan kepada Rasulullah, dalam hadis ini menyatakan bahawa wanita itu wajahnya kemerah-merahan. (pertikaiannya, Rasulullah tidak menyuruh wanita itu berpurdah, sebaliknya hanya menjawab soalannya)
Kami berpendapat seperti berikut: Hadis ini menjadi hujah bagi yang mengatakan pemakaian purdah tidak wajib kerana wajah wanita yang berdiri itu kemerah-merahan, oleh yang demikian ia jelas terbukti wajahnya kelihatan. Namun pendapat ini dipertikaikan oleh ulama-ulama’ yang menghukum wajibnya purdah kerana hadis ini tidak tercatatkan bila, oleh itu terdapat kemungkinan ia berlaku pada solat hari raya antara tahun-tahun sebelum tahun kelima hijrah. Ini adalah kerana kewajipan menutup aurat diperintahkan pada tahun kelima hijrah sedangkan kewajipan solat hari raya pada tahun kedua atau ketiga hijrah. Selain itu, wanita ini juga berkemungkinan telah tua bangka kerana wanita yang telah menopause atau tiada berkeinginan berkahwin diizinkan menanggalkan purdahnya berdasarkan ayat al-Qur’an Surah an-Nur ayat ke-60. Oleh itu kedua-dua hujah adalah seimbang. Wallahua’lam.
Kesimpulannya, kami berpegang pada aurat wanita yang wajib ditutup adalah seluruh tubuh kecuali mata di hadapan lelaki ajnabi kecuali ketika solat dan ihram.

Oleh yang demikian tiada pertikaian mengenai menutup dahi atau tidak dan memakai sarung tangan atau tidak. Bagi yang berpegang pada sunat, perlulah berdasarkan dalil yang rajih yang telah dikaji begitu juga bagi yang berpegang pada wajib perlulah didasari kajian dan penelitian dalil yang adil dan bukan ikut-ikutan.
Bagi mereka yang berpegang pada wajib, namun tidak mendapat restu ibu bapa. Wajib berpurdah kerana kita bertanggungjawab pada Allah bukan pada manusia. Walaupun ibu kita menangis dan memulaukan kita. Kita wajib taat pada Allah. Tidak ada ketaatan pada ibu bapa di atas perkara-perkara maksiat. Adalah kemaksiatan bagi seorang ibu menyuruh anaknya menanggalkan purdah sedangkan anaknya berhukum pada wajib berdasarkan dalil yang paling rajih yang telah dikajinya. Oleh yang demikian seseorang itu tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan mazhab pegangannya. Jika dia berpegang pada wajib memakai purdah, maka tiada sesiapa boleh menghalang atau mengatakan ia wahabi atau ekstremis (berlebih-lebihan). Ini adalah kerana setiap orang ada mazhabnya sendiri dalam Fiqh, dan oleh itu tidak boleh mengatakan orang salah atau menuduh sembarangan atau menuduh orang lain berlebihan  hanya kerana ORANG LAIN YANG BERBEZA PANDANGAN sedangkan dia telah mengkaji tentang hukum tersebut. Maka, wajib atau sunat itu pendapatnya. Begitu juga apabila seseorang itu telah mengkaji bersungguh-sungguh tentang hukum purdah dan menghukum ia sebagai sunat, maka tiada sesiapa boleh memaksanya. Ini hanya dalam hal jika ia TELAH MENGKAJI DAN MENDALAMI ILMU MENGENAINYA.
Wallahua’lam bissowab.











Mazhab Hanafi
Pendapat Mazhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai purdah/niqab hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhuatiri wanita berkenaan akan menimbulkan fitnah.
1. Asy Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih sahih dan merupakan pilihan mazhab kami.” (Matan Nuurul Iidhah)
2. Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ، وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki.” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)
3. Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam solat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan.” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)
4. Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakkan wajahnya kerana khuatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Kerana jika wajah dinampakkan, lelaki melihatnya dengan syahwat.” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)
5. Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama’ mazhab kami berkata bahawa dilarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, kerana dikhuatiri akan menimbulkan fitnah.” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)
Mazhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahawa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai purdah/niqab hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhuatiri menimbulkan fitnah. Bahkan sebahagian ulama’ yang bermazhab Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita itu adalah aurat.
1. Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara wanita juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh kaum lelaki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekadar melihat ataupun untuk tujuan perubatan. Kecuali jika dikhuatiri akan menimbulkan fitnah atau tujuan lelaki melihat wanita untuk bersuka-suka, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani.” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)
2. Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya mahupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali dalam keadaan darurat atau ada keperluan mendesak seperti persaksian atau perubatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan).” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)
3. Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad (ulama besar Maliki) berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khuatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya dia menutup wajahnya. Jika dia wanita tua atau wajahnya buruk/hodoh, boleh baginya menampakkan wajahnya.” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)
4. Al Hathab berkata:
واعلم أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhuatirkan terjadi fitnah, maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat.” (Mawahib Jaliil, 499)
5. Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي لابن مرزوق في اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, katanya : ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam mazhab Maliki’. Al Hathab juga menukil dari perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahawa hukumnya wajib. Sebahagian ulama’ bermazhab Maliki menyebutkan pendapat bahawa hukumnya tidak wajib, namun lelaki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syeikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah memperincikan, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka ianya sunnah.” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)
Mazhab Syafi’ie
Pendapat mazhab Syafi’ie, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai purdah/niqab di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat muktamad mazhab Syafi’ie.
1. Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam solat (sebagaimana telah dijelaskan) iaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, iaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang muktamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti lelaki, iaitu antara pusat dan lutut.” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
2. Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An-Nawawi, ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam solat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusat hingga lutut. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan.” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)
3. Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam solat. Adapun di luar solat, aurat wanita adalah seluruh badan.” (Fathul Qaarib, 19)
4. Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan kerana keduanya adalah aurat, namun kerana secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah.” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
5. Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع النقاب
“Makruh hukumnya solat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (purdah) ketika solat. Kecuali jika di masjid keadaannya susah dijaga dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khuatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerosakan, haram hukumnya melepaskan (tidak memakai) niqab (purdah).” (Kifaayatul Akhyaar, 181)
Mazhab Hanbali
Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bahagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya.” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
1. Syeikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bahagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, kerana wajah bukanlah aurat di dalam solat. Adapun di luar solat, semua bahagian tubuh adalah aurat, termasuk wajahnya jika di hadapan lelaki. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusat hingga lutut.” (Raudhul Murbi’, 140)
2. Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki/sarung kaki), kerana khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bahagian tangan.” (Al Furu’, 601-602)
3. Syeikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya, iaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar solat kerana adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya.” (Kasyful Qanaa’, 309)
4. Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi.”


Foto : Umii Syarifah Aisyah binti Muhammad Al Haddad



TANGISAN RASULULLAH SAW

Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarakaatuh ..





Tangisan Rasulullah SAW


BismillahirRahmaanirRahim .

Rasulullah adalah orang yang paling rendah hati, meskipun dia memiliki segala kebajikan dan keutamaan orang-orang dahulu kala dan orang-orang sekarang, dia seperti sebuah pohon yang berbuah. Menurut sebuah riwayat, beliau bersabda, “Aku diperintahkan untuk menunjukkan perhatian kepada semua manusia, untuk bersikap baik hati kepada mereka. Tidak ada Nabi yang sedemikian diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh manusia selain aku". Kita tahu bahwa beliau dilukai kepalanya, ditanggalkan giginya, lututnya berdarah karena lemparan batu, tubuhnya dilumuri kotoran, rumahnya dilempari kotoran ternak. Beliau di hina, dan di siksa dengan keji. Saat beliau berdakwah di Thaif, tak ada yang didapatkannya kecuali hinaan dan pengusiran yang keji. Ketika Rasulullah menyadari usaha dakwahnya itu tidak berhasil, beliau memutuskan untuk meninggalkan Thaif. Tetapi penduduk Thaif tidak membiarkan beliau keluar dengan aman, mereka terus mengganggunya dengan melempari batu dan kata-kata penuh ejekan. Lemparan batu yang mengenai Nabi demikian hebat, sehingga tubuh beliau berlumuran darah. Dalam perjalanan pulang, Rasulullah Saw. menjumpai suatu tempat yang dirasa aman dari gangguan orang-orang jahat tersebut. Di sana beliau berdoa begitu mengharukan dan menyayat hati. Demikian sedihnya doa yang dipanjatkan Nabi, sehingga Allah mengutus malaikat Jibril untuk menemuinya. Setibanya di hadapan Nabi, Jibril memberi salam seraya berkata, “Allah mengetahui apa yang telah terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu.” Sambil berkata demikian, Jibril memperlihatkan para malaikat itu kepada Rasulullah Saw. Kata malaikat itu, “Wahai Rasulullah, kami siap untuk menjalankan perintah tuan. Jika tuan mau, kami sanggup menjadikan gunung di sekitar kota itu berbenturan, sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung ini akan mati tertindih. Atau apa saja hukuman yang engkau inginkan, kami siap melaksanakannya. ” Mendengar tawaran malaikat itu, Rasulullah Saw. dengan sifat kasih sayangnya berkata, “Walaupun mereka menolak ajaran Islam, saya berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya.” Ketika Makkah berhasil ditaklukkan, beliau berkata kepada orang-orang yang pernah menyiksanya, “Bagaimanakah menurut kalian, apakah yang akan kulakukan terhadapmu?” Mereka menangis dan berkata, “Engkau adalah saudara yang mulia, putra saudara yang mulia.” Nabi Saw. bersabda, “Pergilah kalian! Kalian adalah orang-orang yang dibebaskan. Semoga Allah mengampuni kalian.” (HR. Thabari, Baihaqi, Ibnu Hibban, dan Syafi’i). Abu Sufyan bin Harits, sepupu beliau, lari dengan membawa semua anak-anaknya karena pernah menyakiti Rasul Saw., maka Ali bin Abi Thalib Ra. bertanya kepadanya, “Hai Abu Sufyan, hendak pergi kemanakah kamu?” Ia menjawab, “Aku akan keluar ke padang sahara. Biarlah aku dan anak-anakku mati karena lapar, haus, dan tidak berpakaian. ” Ali bertanya, “Mengapa kamu lakukan itu?” Ia menjawab, “Jika Muhammad menangkapku, niscaya dia akan mencincangku dengan pedang menjadi potongan-potongan kecil. ” Ali berkata, “Kembalilah kamu kepadanya dan ucapkan salam kepadanya dengan mengakui kenabiannya dan katakanlah kepadanya sebagaimana yang pernah dikatakan oleh saudara-saudara Yusuf kepada Yusuf, ….Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa). (QS. Yusuf [12]: 91). Abu Sufyan pun kembali kepada Nabi Saw. dan berdiri di dekat kepalanya, lalu mengucapkan salam kepada beliau seraya berkata, Wahai Rasulullah, ...Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan engkau atas kami dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa). (QS. Yusuf [12]: 91). Rasulullah Saw. pun menengadahkan pandangannya, sedang air matanya membasahi pipinya yang indah hingga membasahi jenggotnya. Rasulullah menjawab dengan menyitir firman-Nya, …Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu. Mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu) dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. (QS. Yusuf [12]: 92). Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, “Bacakan al-Quran kepadaku.” Ibnu Mas’ud berkata, “Bagaimana aku membacakannya kepada Engkau, sementara al-Quran itu sendiri diturunkan kepada Engkau?” “Aku ingin mendengarnya dari orang lain,” jawab beliau. Lalu Ibnu Mas’ud membaca surat an-Nisa hingga firman-Nya, Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (QS. an-Nisâ [4]: 41). Begitu bacaan tiba pada ayat ini, beliau bersabda, “Cukup.” Ibnu Mas’ud melihat ke arah beliau, dan terlihatlah olehnya bahwa beliau sedang menangis. Dalam kisah ini kita memperoleh pelajaran berharga, bahwa Rasulullah SAW. sangat mencintai umat manusia. Beliau sangat mengharapkan agar orang-orang kafir itu beriman. Karena balasan kekafiran adalah neraka yang menyala-nyala. Rasulullah sendiri pernah melihat neraka. Beliau melihat sungguh mengerikan neraka itu. Hingga ketika menyadari hal itu, mengalirlah airmatanya dengan deras. Abu Dzar Ra. meriwayatkan dari Nabi SAW., bahwa beliau mendirikan shalat malam, sambil menangis dengan membaca satu ayat yang diulang-ulangi, yaitu, Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau juga. (QS. al-Maidah [5]: 118). Dan diriwayatkan saat hari kiamat tiba, beliaulah orang yang pertama kali dibangkitkan. Yang diucapkannya pertama kali adalah, “Mana umatku? Mana umatku? Mana umatku?” Beliau ingin masuk surga bersama-sama umatnya. Beliau kucurkan syafaat kepada umatnya sebagai tanda kecintaan beliau terhadap mereka. Beliau juga sering berdoa, Allahumma salimna ummati. Ya Allah selamatkan umatku. Keadaan diri Nabi Muhammad SAW. digambarkan Allah SWT. dalam firman-Nya, Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. at-Taubah [9]: 129). Alangkah buruknya akhlak kita bila tak mencintai Nabi, sebagaimana Nabi mencintai kita, berkorban untuk kita, dan meneteskan airmatanya untuk kita. Di sini, apakah kita hanya berdiam diri saat Nabi dihina, seolah kita bukan lagi umatnya. Apakah kita rela Nabi berdakwah seorang diri dan kemudian dilempari batu hingga berdarah-darah, sementara umatnya yang begitu banyak hanya bisa berdiam diri? Tangisan sang Nabi hendaknya menjadi pengingat kita, untuk lebih mencintainya, membelanya, bahkan berkorban nyawa untuknya, sebagaimana ia telah berkorban nyawa untuk kita agar kita selamat dari siksa neraka. Ya Allah, berilah kami karunia untuk mecintai Nabi-Mu dan menapaki jalannya yang lurus, bukan sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan. Ya Allah, curahkan shalawat untuk Muhammad selama siang masih berganti malam, Ya Allah, curahkanlah shalawat untuk Muhammad selama ahli dzikir dan para shalihin melantunkan dzikirnya, Ya Allah, kumpulkanlah kami dengan Nabi kami Muhammad di Surga Firdaus yang tinggi dan sejukkanlah pandangan dan mata hati kami dengan melihatnya dan berilah kami kesempatan untuk minum dari telaganya, hingga kami tidak akan haus dan dahaga selamanya. Shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi kita Muhammad , atas segenap keluarga dan sahabat beliau. Dalam linang air mata membasahi pipi saat kutulis semua ini Rasulullah, kami pun merindukanmu...

PERINTAH BERSHALAWAT ATAS NABI SAW DAN FADHILAH-FADHILAHNYA


Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarakaatuh ...






PERINTAH BERSHALAWAT ATAS NABI SAW DAN FADHILAH-FADHILAHNYA

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ نَوَيْتُ بِالصَّلاَةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِمْتِثَالاً ِلأَمْرِكَ وَتَصْدِيْقًا لِنَبِيِّكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَمَحَبَّةً فِيْهِ وَشَوْقًا إِلَيْهِ وَتَعْظِيْمًا لِقَدْرِهِ وَلِكَوْنِهِ أَهْلاً لِذَلِكَ ، فَتَقَبَّلْهَا مِنِّيْ بِفَضْلِكَ وَإِحْسَانِكَ ، وَأَزِلْ حِجَابَ اْلغَفْلَةِ عَنْ قَلْبِيْ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ . وَوَفِّقْنِيْ لِقِرَائَتِهَا عَلَى الدَّوَامِ بِجَاهِهِ عِنْدَكَ .اَللَّهُمَّ زِدْهُ شَرَفًا عَلَى شَرَفِهِ الَّذِي أَوْلَيْتَهُ ، وَعِزًّا عَلَى عِزِّهِ الَّذِي أَعْطَيْتَهُ وَنُوْرًا عَلَى نُوْرِهِ الَّذِي مِنْهُ خَلَقْتَهُ ، وَأَعْلِ مَقَامَهُ فِي مَقَامَاتِ الْمُرْسَلِيْنَ وَدَرَجَتَهُ فِي دَرَجَةِ النَّبِيِّيْنَ ، وَأَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَرِضَاهُ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ مَعَ اْلعَافِيَةِ الدَّائِمَةِ وَالْمَوْتَ عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَكَلِمَتَيِ الشَّهَادَةِ عَلَى تَحْقِيْقِهَا مِنْ غَيْرِ تَغْيِيْرٍ وَلاَ تَبْدِيْلٍ ، وَاغْفِرْ لِيْ مَا ارْتَكَبْتُهُ بِمَنِّكَ وَفَضْلِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ اْلأَكْرَمِيْنَ .

Artinya:
”Ya Allah, sesungguhnya aku niat dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad sebagai bentuk menjalankan perintah-Mu, membenarkan Nabi-Mu Nabi Muhammad, sebagai wujud cinta dan rindu kepadanya, sebagai pengagungan bagi ketinggian pangkatnya karena beliau pantas menerimanya.
Maka terimalah shalawatku ini dengan anugrah dan ihsan-Mu.
Hilangkanlah tabir kelalaian yang mendindingi hatiku.
Jadikanlah aku dalam kelompok hamba yang shalih.
Berikanlah aku kekuatan untuk selalu membaca shalawat dengan pangkat Nabi Muhammad di sisi-Mu.
Ya Allah, tambahkanlah kepada beliau kemuliaan atas kemuliaan yang Kau anugrahkan, keagungan yang Kau berikan kepadanya dan cahaya atas cayaha yang Kau ciptakannya.
Tinggikanlah kedudukannya dan pangkatnya pada pangkat para Rasul dan para Nabi.
Aku meminta keridhaan-Mu dan keridhaannya Wahai Tuhan semesta alam untuk mendapatkan afiat yang senantiasa, meninggal atas mengamalkan al-Qur’an dan sunnah, berada dalam kelompok terbanyak dan atas dua kalimat syahadat dalam arti yang sebenarnya tanpa perubahan dan pergantian.
Ampunilah dosa-dosaku dengan anugrah-Mu, keutamaan-Mu, kemurahan-Mu dan kedermawanan-Mu Wahai Yang paling memiliki kedermawanan.”


Tulisan ini merupakan penggalan dari sebuah karya berupa buku dengan judul :

فَاتِحُ اْلأَسْرَارِ وَمُفَرِّجُ الْهُمُوْمِ وَاْلأَغْيَار

فِي فَضَائِل ِاَحَدَ عَشَرَ صَلَوَاتٍ عَلَى النَّبِيّ الْمُخْتَار
اَلَّلهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا محَُمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجمَْعِيْنَ

Alloohumma sholli alaa sayyidina Muhammad. Wa alaa aalihi washohbihi ajma’iin.

Ya Alloh limpahkanlah rahmat atas Baginda kita, Nabi Muhammad dan atas keluarga dan sahabatnya semua.

اَلَّلهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا محَُمَّدٍ

Alloohumma sholli alaa sayyidina muhammad.

Ya Alloh limpahkanlah rahmat atas Baginda kita Nabi Muhammad.

صَلَّى الله عَلَى محَُمَّدٍ ………
Shollallooh alaa Muhammad…

Semoga Alloh melimpahkan rohmat atas Nabi Muhammad

صَلَّى الله عَلَى محَُمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم.

SHOLLALLOOH ‘ALAA MUHAMMAD SHOLLALLOOH ALAIHI WASALLAM

Semoga Alloh melimpahkan rahmat atas Nabi Muhammad dan semoga Alloh melipahkan keselamatan baginya.

Saudaraku, perkenankan penulis sedikit akan menyampaikan pengertian setentang Shalawat Atas Nabi SAW seperti berikut:
Shalawat merupakan lafadh jama’ dari kata shalat.
Shalawat merupakan bahasa (lughat) arab, yang artinya adalah do’a, rahmat dari Allah SWT, memberi berkah, dan ibadah. Kalau Shalawat itu dilaksanakan oleh seorang hamba kepada Allah SWT, maka maksudnya adalah bahwa hamba itu menunaikan ibadah atau hamba itu berdo’a (memohon kepada-Nya).

Tetapi kalau Allah SWT bershalawat atas hambanya, maka shalawat dalam hal ini artinya adalah bahwa Allah SWT mencurahkan rahmat-Nya (Allah melimpahkan berkah-Nya). Dengan demikian maka shalawat Allah SWT kepada hamba-Nya dibagi dua yaitu: Shalawat Khusus dan Shalawat Umum. Shalawat Khusus ialah shalawat Allah kepada Rasul-Nya, para Nabi-Nya, istimewa shalawat-Nya kepada Nabi Muhammad SAW. Shalawat Umum ialah shalawat Allah kepada hamba-Nya yang mukmin. Dan yang terpenting harus diketahui bahwa arti perkataan Shalawat Allah kepada Nabi Muhammad SAW, ialah memuji Muhammad, melahirkan keutamaan dan kemuliaannya serta memuliakan dan memperdekatkan Muhammad itu kepada diri-Nya.

Adapun pengertian kita bershalawat atas Nabi SAW ialah : mengakui kerasulannya, serta memohon kepada Allah SWT melahirkan keutamaan dan kemuliaannya. Melahirkan keutamaan dan kemuliaannya adalah dengan melahirkan agama yang dibawa Muhammad diatas segala agama yang lain dan melahirkan kemuliaannya diatas kemuliaan Nabi-Nabi yang lain. Sementara pengertian shalawat Malaikat kepada Nabi SAW adalah memohon kepada Allah SWT supaya Allah mencurahkan perhatiannya kepada Nabi (kepada perkembangan agama) agar meratai alam semesta yang membentang luas ini. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bershalawat itu artinya: yaitu kalau Allah berarti memberi rahmat. Kalau dari Malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdo’a supaya diberi rahmat.

Sekarang sebuah pertanyaan, apakah Nabi SAW memperoleh manfaat dari pembacaan shalawat yang dilakukan oleh umatnya? Menjawab pertanyaan tersebut seorang pengarang dari Kitab terkenal “JAWAHIRUL MA’AANI”, beliau adalah : Abul Abbas at-tijaani ra berkata : Ketahuilah, bahwa Nabi SAW itu sama sekali tidak membutuhkan kepada shalawat pada pahala amal umatnya yang dihadiahkan mereka kepadanya.

Hal ini tidak lain disebabkan oleh kemurahan Tuhan-Nya yang sangat berlimpah kepadanya, sehingga beliau (Nabi SAW) tidak lagi memerlukan tambahan dari selain-Nya.

· Perhatikan Firman Allah SWT :

“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.” (QS. Al-Dhuha : 5)

· Dan Firmannya :

“Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (QS. An-Nisa :113)

”Sekurang-kurang (kata Abul at-Tijaani ra.) ganjaran yang akan diperoleh Nabi SAW itu adalah bahwa dari sejak beliau diutus sampai tiba Hari Kiamat, atas semua pahala amal tiap–tiap umatnya, beliau pun mendapatkan bagian yang sama tanpa dikurangi sedikitpun.”

Saudaraku, simak penyataan Imam Sahl bin Sulaiman yang berkata :
”Kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan Firman-Nya :
Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya memberikan shalawat kepada Nabi, adalah lebih sempurna daripada kemuliaan yang diberikan-Nya kepada Nabi Adam Alaihissalam dengan menyuruh para Malaikat untuk bersujud kepadanya.
Karena, tidak mungkin Allah akan melakukan penghormatan itu bersama para Malaikat-Nya.
Allah telah memberitahukan tentang diri-Nya yang telah bershalawat atas Nabi SAW, kemudian para Malaikat-Nya yang juga bershalawat atas beliau SAW.
Jadi, penghormatan yang muncul dari Allah SWT tentu lebih sempurna daripada penghormatan yang hanya dilakukan oleh para Malaikat sendiri tanpa Allah ikut serta bersama mereka.
Demikian perkataan Imam Sahl bin Sulaiman.

Sementara dalam tafsir Fakhrur-Razi disebutkan :
”Jika dikatakan bahwa, apabila Allah SWT dan para Malaikat-Nya telah memberikan shalawat kepada Nabi SAW, maka apa perlunya lagi kita bershalawat ? Kami katakan :
Shalawat atas Nabi SAW itu bukan karena beliau membutuhkannya, bahkan shalawat para Malaikat pun tidak dibutuhkannya setelah adanya shalawat dari Allah kepanyanya itu. Namun, itu adalah untuk menampakkan kebesaran Nabi SAW, sebagaimana Allah SWT telah mewajibkan atas kita berdzikir menyebut nama-Nya, padahal pasti Dia (Allah SWT) tidak membutuhkan kepada itu semua, namun itu adalah untuk menampakkan kebesaran-Nya dan sebagai belas kasihan kepada kita supaya dengan adanya dzikir itu, Dia (Allah SWT) beri kita pahala.”

Saudaraku, setelah kita mengetahui kesemuanya itu, hendaklah kita jadikan shalawat kita kepada Rasulullah SAW itu sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT kepada kita. (yaitu bershalawatlah kepada Nabi SAW dan ucapkan salam penghormatan kepadanya).
Dengan demikian, akan menjadi besarlah bagian kita disisi-Nya Dan hendaklah pula kita memperbanyak mengucapkan shalawat serta menekuninya, sebab banyak membaca shalawat itu menunjukkan kecintaan, karena bila seseorang mencintai sesuatu tentu ia akan banyak menyebutnya.
Terlepas dari kesemuanya itu, bukankah ada Hadist yang menyebutkan bahwa : Tidak sempurna iman seseorang sampai aku (Nabi SAW) lebih ia cintai melebihi kecintaannya kepada orang tuanya, anak-anaknya, dan manusia semuanya? Sekarang kita tanya kepada diri kita sendiri, sudah sempurnakah iman kita ? Sudahkan kita mencintai Allah SWT, mencintai Rasul-Nya melebihi cinta kita kepada orang tua kita, kepada istri (suami) kita, anak-anak kita bahkan kecintaan kita kepada diri kita sendiri ?

Saudaraku sesama muslim, shalawat adalah merupakan rangka Iman dan Islam. Sidang pembaca yang budiman, agar kita benar-benar dapat mengetahui secara jelas kalau shalawat itu merupakan suatu rangka Iman dan Islam, perhatikan Firman Allah SWT dan Hadist-hadist Rasulullah SAW berikut ini :

· Firman Allah SWT didalam kitab suci Al-Qur’an :

”Sesungguhnya Allah dan Malaikat–Malaikat – Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
(QS. Al-Ahzab : 56)

· Firman Allah SWT :

”Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan Malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang).”
(QS. Al-Ahzab : 43)

· Nabi Muhammad SAW bersabda :
”Bershalawatlah kamu kepadaku, karena shalawat itu menjadi zakat (penghening jiwa pembersih dosa) bagimu.”
(HR. Ibnu Murdawaih)

Dari Abu Hurairah r.a. :

”Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda :
Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai kubur dan janganlah kamu menjadikan kuburku sebagai persidangan hari raya. Bershalawatlah kepadaku, karena shalawatmu sampai kepadaku dimana saja kamu berada.”
( HR. An-Nasai, Abu Daud dan Ahmad serta dishahihkan oleh An-Nawawi).

Saudaraku, dalam surat Al-Ahzab ayat 56 mengemukakan dengan jelas dan tegas sekali bahwa bershalawat atas Nabi SAW adalah suatu rangka Iman dan Islam yang wajib disempurnakan oleh seluruh kaum muslimin dengan sepenuh minat, cermat dan seksama dan sebenar-benarnya.
Jadi jelaslah bahwa shalawat adalah merupakan tugas beragama dan yang merupakan ibadah. Oleh karena itu kita sebagai insan–insan beriman, sebagai umat, yaitu untuk benar-benar melaksanakannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW yaitu kapan saja dan dimana saja untuk mendawamkan (melangggengkan) membaca shalawat.
Kemudian kapan dan dimana waktu–waktu untuk bershalawat itu?
Sesuai Hadist-hadist Nabi SAW yang mengemukakan mengenai tempat dan waktu– waktu yang dituntut kita agar membaca shalawat adalah seperti berikut :

· Ketika akan masuk dan keluar masjid :

”Dengan nama Allah, wahai Tuhanku, limpahkanlah rahmat atas Nabi Muhammad SAW.”
(HR. Ibnu Sunny)

· Sesudah Adzan.

Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW :
Apabila kamu mendengar Mu’adzin yang menyerukan adzan, maka jawablah dengan bacaan yang sama ia baca. Setelah selesai maka bershalawatlah kamu kepadaku.”
(HR. Iman Ahmad dan Muslim).

· Sesudah membaca Tasyahhud Akhir :

Bersabda Rasulullah SAW :
”Jika salah seorang dari kamu bertasyahhud dalam shalat, maka hendaklah ia membaca : Allahumma Shalli ala Muhammadin Wa alaa aali Muhammad kamaa shallaita wabaarahta watarahh anta alaa Ibrahim wa aali Ibraahim innaka hamiidun majid.”
(HR. Baihaqi).

· Dipermulaan do’a dan akhir do’a :

Bersabda Rasulullah SAW :
”Sesungguhnya do’a itu berhenti antara langit dan bumi, tidak naik barang sedikit juga dari padanya sehingga engkau bershalawat atas Nabimu.”
(HR. Turmudzi).

· Diakhir Qunut dan dihari Jum’at :

Bersabda Rasulullah SAW :
”Perbanyaklah olehmu membaca shalawat dimalam hari Jum’at dan siangnya karena shalawat itu dipintakan kepadaku.” (HR. Thabrani).

· Disukai kita mengakhiri qunut dengan shalawat (bershalawat diakhir qunut, dengan lafadh)

”Dan semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Muhammad.”
(HR. An-Nasai).

· Ketika Berziarah kemakam Nabi Muhammad SAW di kota Madinah AL Munawaroh :

Bersabda Rasulullah SAW :
”Tiada salah seorang dari kamu yang mengucapkan salam kepadaku, yakni disisi kuburku melainkan Allah mengembalikan kepadaku ruhku untuk menjawab salamnya itu.”
(HR. Abu Daud).

· Ketika telinga berdengung :

Bersabda Rasulullah SAW :
”Jika telinga salah seorang kamu mendengung, maka hendaklah ia mengingat dan bershalawat kepadaku.”
(HR. Ibnu Sunny)

· Ketika menyebut (mendengar) sebutan nama Rasulullah SAW :

Bersabda Rasulullah SAW :
”Orang yang kikir adalah orang yang tidak mau bershalawat ketika orang menyebut namaku disisinya.”
(HR. Ahmad).

· Setiap mengadakan majlis :

Rasulullah SAW bersabda :
”Tiada duduk suatu kaum didalam suatu majlis, sedang mereka tidak menyebut (mengingat) Allah SWT dan tidak bershalawat untuk Nabinya, melainkan menderita kekuranganlah, maka jika Allah menghendaki niscaya akan mengampuni mereka.”
(HR. Turmudzi dan Abu Daud)

· Ketika berjumpa dengan sahabat dan handaitolan :

Rasulullah SAW bersabda :
”Tiadalah dua orang hamba yang saling cinta mencintai karena Allah, yang berjumpa salah seorang dengan yang lainnya lalu berjabatan tangan dan bershalawat untuk Nabi SAW, melainkan Allah mengampuni dosanya sebelum mereka berpisah, baik yang telah lalu maupun yang akan datang”
(HR. Ibnu Sunny).

Saudaraku, itulah antara lain tempat-tempat dan waktu-waktu untuk bershalawat sesuai menurut keterangan Hadist-hadist Rasulullah SAW.
Sekarang beralih kita kepada dalil-dalil yang memerintahkan dan menganjurkan kita untuk bershalawat atas Nabi SAW dan Fadhilah-fadhilahnya sebagaimana yang termaktub didalam kitab suci Al-Qur’an dan Hadist – Hadist Rasulullah SAW seperti yang tersebut dibawah ini :

· Firman Allah SWT :
”Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
(QS. Al-Ahzab : 56)

· Nabi Muhammad SAW bersabda :
”Tidak sempurna iman seseorang dari kamu sehingga aku lebih dicintai oleh nya dari pada ia mencintai anaknya, orang tuanya dan manusia semuanya.”
(HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasai dan Ibnu Majah dari Anas ra.)

· Nabi SAW bersabda :
”Tidak sempurna iman seseorang dari kamu sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya dan ahliku lebih dicintai olehnya daripada ahlinya dan anak cucuku lebih dicintai olehnya daripada anak cucunya dan keturunanku lebih dicintai olehnya daripada ia mencintai keturunannya.”
(HR. Thabrani dan Baihaqi dari Abdurahman bin Abi Laila dari bapaknya ra.).

· Bersabda Nabi SAW :
”Setiap do’a adalah terhalang sehingga bershalawat atas Nabi SAW.”
(HR. Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus dari Anas ra dan diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqi dari Ali ra dengan Mauquf).

· Bersabda Nabi SAW :
”Bahwasanya seutama-utama manusia (orang yang terdekat) dengan aku pada hari kiamat adalah mereka yang lebih banyak bershalawat kepadaku.”
(HR. An-Nasai dan Ibnu Hibban dari Ibnu Mas’ud ra).

· Bersabda Nabi SAW :
”Siapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah SWT bershalawat kepada nya sepuluh kali shalawat dan Allah menghapus sepuluh kesalahan dan mengangkat sepuluh derajat kepadanya.”
(HR. Ahmad, Nasai dan Al-Hakim dari Anas ra.).

· Bersabda Nabi SAW :
”Tiada dari seseorang yang mengucapkan salam kepadaku melainkan Allah menerima ruhku sehingga aku menjawab salam padanya.”
(HR. Abu Daud dari Abu Hurairah ra).

· Rasulullah SAW bersabda :
”Siapa yang bershalawat kepadaku pada waktu pagi sepuluh kali dan pada waktu petang sepuluh kali maka ia akan memperoleh syafaatku pada hari kiamat”.
(HR. Thabrani dari Abu Darda ra).

· Rasulullah SAW bersabda :
”Barang siapa bershalawat kepadaku dalam sehari seratus kali maka Allah mendatangkan baginya seratus hajat yang tujuh puluh untuk akhiratnya dan yang tiga puluh untuk dunianya”.
(HR. Ibnu Najar dari Jabir ra).

· Rasulullah SAW bersabda :
”Siapa yang bershalawat kepadaku dalam sehari seribu kali maka ia tak akan mati sehingga ia digembirakan dengan Syorga.”
(HR. Abusy-Syaikh dari Anas ra).

· Nabi Muhammad SAW bersabda :
”Bershalawatlah atas para Nabi Allah dan utusan-Nya sebagaimana kamu semua bershalawat kepadaku, sebab mereka itu semua diutus sebagaimana aku diutus.”
(HR. Ahmad dan Al-Khatib dari Abu Hurairah ra.)

· Nabi Muhammad SAW bersabda :
”Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku pada setiap hari Jum’at, sebab shalawat umatku dipintakan kepadaku setiap hari Jum’at. Maka siapa yang paling banyak shalawatnya kepadaku dari mereka maka ia orang yang terdekat dari mereka kepadaku akan tingkatannya.”
(HR. Baihaqi dari Abu Umamah ra.)

· Nabi Muhammad SAW bersabda :
”Siapa bershalawat kepadaku dihari Jum’at seratus kali maka ia datang dihari kiamat dengan cahaya, andaikata dibagi antara makhluk semuanya maka cahaya itu akan memenuhinya.
(HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dari Ali bin Husain dari ayahnya dari kakeknya ra.)

· Nabi Muhammad SAW bersabda :
”Dimana saja kamu berada maka bershalawatlah kepadaku, sebab shalawatmu itu akan sampai kepadaku.”
(HR. At-Thabrani dari Al Husain bin Ali ra.)

· Nabi SAW bersabda :
”Kehidupanku adalah lebih baik bagi kamu, kamu semua diceritakan dan ia diceritakan kepadamu. Maka jika saya telah mati, maka kematianKu itu lebih baik bagi kamu yang diperintahkan kepadaku amal-amal kamu, jika saya melihat baik maka saya memuji kepada Allah , dan jika saya melihat jelek maka saya memohonkan ampun kepadamu.”
(HR. Ibnu Sa’d dari Bakar bin Abdillah ra. Mursal.)

· Nabi Muhammad SAW bersabda :
”Siapa bershalawat kepadaku disisi kuburku maka saya mendengarnya, siapa bershalawat kepadaku dari jauh maka shalawat itu diserahkan oleh seorang Malaikat yang menyampaikan kepadaku dan ia dicukupi urusan keduniaan dan keakhiratannya dan aku sebagai saksi dan pembela baginya.”
(HR. Baihaqi dan Al-Khatib dari Abu Hurairah ra.)

· Nabi Muhammad SAW bersabda :
”Siapa bershalawat kepadaku pada hari Jum’at dua ratus shalawat, maka diampuni baginya dosa dua ratus tahun.”
(HR. Ad-Dailami dari Abu Dzar ra)

· Rasulullah SAW bersabda :
”Siapa berziarah kekuburku maka baginya wajib menerima syafa’atku.”
(HR. Ibnu Adi dan Al-Baihaqi dari Ibnu Umar ra.)

· Bersabda Rasulullah SAW :
”Siapa yang ketika mendengar panggilan adzan membaca :
Allahumma Rabba Hadzihid Da’watit Taammati wash shalaatil qoimati Muhammadanil washilata Wal Fadhilata Wab’atshu maqoman mahmudanil ladzi wa’adtahu.
Ya Allah , Tuhan seruan yang sempurna ini dan shalat yang berdiri, berilah kepada Nabi Muhammad SAW wasilah dan keutamaan dan bangkitkanlah ia pada tempat yang terpuji yang Engkau telah menjanjikannya.
Maka wajib baginya Syafa’atku pada hari kiamat.”
(HR. Ahmad, Bukhari, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Majah dari Jabir ra.)

· Rasulullah SAW bersabda :
”Dimana seorang muslim tidak mempunyai sedekah, maka ucapkanlah dalam do’anya : Allahumma Shalli ’Alaa Muhammadin ’Abdika warasulika washalli ’alal mu-minina wal mu’minati wal muslimina wal muslimati.
Ya Allah, limpahkanlah rahmat atas Nabi Muhammad seorang hamba dan utusan-Mu dan limpahkanlah rahmat atas orang-orang mu’min laki-laki dan perempuan dan orang-orang Islam laki-laki dan perempuan.
Sebab hal itu (bacaan itu) baginya merupakan zakat.”
(HR. Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim dari Abi Sa’id ra.)

Saudaraku sesama muslim,
Demikian antara lain dalil-dalil ayat Al-Qur’an dan Hadist-Hadist Rasulullah SAW yang berkenaan dengan perintah serta anjuran bershalawat atas Junjungan kita, Nabi Muhammad SAW dan Fadhilah-fadhilahnya. Sekarang sampailah kita pada Bab terakhir dari artikel ini yaitu setentang lafadh – lafadh shalawat. Perkenankan penulis manyampaikan sedikit (beberapa shalawat) lengkap dengan fadhilahnya. Lafadh-lafadh shalawat Nabi yang kami (penulis) susun ini adalah merupakan lafadh-lafadh shalawat yang telah diajarkan dari Nabi SAW, dari Sahabat dan dari para Ulama ahlul hak dan ahlul ma’rifat seperti berikut :

· Shalawat agar dosa mendapat ampunan :

Dari Anas Malik ra dari Rasulullah SAW:
”Allahumma Shalli ’alaa Sayyidinaa Muhammadin Wa’alaa Aalihi Wasallim.”

* Adapun Fadhilahnya :
”Siapa membaca Shalawat ini dengan berdiri maka diampuni dosanya sebelum duduk dan jika dibaca ketika duduk maka diampuni dosanya sebelum berdiri.”

· Shalawat untuk menghilangkan kesusahan dan kesukaran (kegundahan hati, dan lain-lain). Bagi yang mengalaminya (untuk menghilangkannya) dianjurkan untuk membaca shalawat ini sebanyak-banyaknya.

”Allahumma Shali Wasallim Wabaarik ’alaa Sayyidina Muhammadin Wa’alaa aali Sayyidina Muhammad.”

· Shalawat pembuka pintu Rahmat dan ditanamkan Allah kecintaan dalam hati umat manusia.

”Shallallahu ’alaa Muhammad.”

* Adapun Fadhilahnya : Iman Sya’rani berkata :
”Nabi SAW bersabda :
Barang siapa membaca Shalawat ini berarti ia telah membukakan bagi dirinya tujuh puluh pintu rahmat, dan ditanamkan Allah kecintaan kepada dirinya dalam hati umat manusia.”

- Diceritakan bahwa, seorang penduduk negeri Syam datang menghadap Rasulullah SAW seraya berkata :
”Ya Rasulullah, ayahku sudah sangat tua, namun beliau ingin sekali melihat Tuan.”

Rasulullah SAW menjawab :
”Bawa dia kemari.”

Orang itu berkata :
”Ia buta, tidak bisa melihat.”

Maka Rasulullah SAW bersabda :
”Katakanlah kepadanya supaya ia mengucapkan Shallallaahu ’Alaa Muhammad selama tujuh minggu tiap-tiap malam.
Maka ia akan melihatku dalam mimpi dan meriwayatkan hadist dariku.”

Anjuran Rasulullah SAW itu dituruti oleh orang tersebut dan benar, tenyata ia bisa bermimpi melihat Rasulullah SAW serta meriwayatkan hadist dari beliau.

· Shalawat menghapus dosa 80 (delapan puluh) tahun :

”Allahumma shalli ’alaa Muhammadin ’Abdika wa nabiyyikan nabiyyil ummiy”

* Fadhilahnya :
Iman AL-Ghazali didalam kitab Ihya’ mengatakan, Rasulullah SAW bersabda : ”Barangsiapa mengucapkan shalawat atasku pada malam Jum’at sebanyak 80 (delapan puluh) kali, Allah akan mengampuni dosa-dosanya selama delapan puluh tahun.”

Kemudian ditanyakan :
”Ya Rasulullah, bagaimana cara memberi shalawat kepadamu itu ?”

Rasulullah SAW menajawab :
”Allahumma Shalli ’Alaa Muhammad Abdika wa Nabiyyika Nabiyyil Ummiyyi.”

Dan diriwayatkan bahwa, barangsiapa membacanya setiap hari dan malam sebanyak 500 (lima ratus) kali, niscaya dia tidak akan mati sebelum berjumpa dengan Nabi dalam keadaan sadar.

· Shalawat untuk mendapatkan Syafa’at Nabi SAW :
”Allahumma shalli ’alaa Muhammadin wa anzilhul munzalalmuqarraba minka yaumal qiyaamah.”

* Fadhilahnya :
Shalawat ini dikemukakan oleh aL-Thabarany, Ahmad, al-Bazzar dan Ibnu Ashim dari Sahabat Ruwaifi’ bin Tsabit al-Anshary, Rasulullah SAW bersabda : ”Barangsiapa mengucapkan shalawat atasku dengan shalawat ini maka ia berhak mendapat Syafaatku.”

· Shalawat dapat bermimpi bertemu Nabi, mendapat Syafaat dan akan minum air dari telaga Nabi SAW :

”Allahumma shalli ’alaa ruuhi Muhammadin Fil-arwah. Wa ’alaa jasadihi Fil-Jasaad. Wa’alaa qabrihi Fil-Qubur.”

* Fadhilahnya :
Iman Sya’rany berkata :
Nabi SAW telah bersabda :
”Barangsiapa mengucapkan shalawat atasku dengan cara yang dikemukakan dalam shalawat ini, maka ia akan melihatku didalam mimpi, barangsiapa melihatku didalam mimpinya maka ia akan melihatku dihari kiamat. Barangsiapa melihatku dihari kiamat maka aku akan memberinya syafaat, dan barangsiapa yang aku beri syafaat niscaya ia akan meminum dari telagaku dan diharamkan Allah jasadnya dari api neraka.”

· Shalawat menghilangkan segala kesusahan dan penyakit :

”Allahumma shalli a’laa sayyidinaa Muhammadin habibil mahbuubi syafil ’ilali wamufarrijil kurabi.”

* Fadhilahnya :
Sebagian ulama ahli ma’rifah mengatakan, bahwa faedah shalawat ini adalah untuk menghilangkan segala kesusahan.

· Shalawat mohon rezeki yang luas dan akhlak yang baik :

”Allahumma shalli ’alaa Sayyidina Muhammadin Shalatan Tuwassi’ubihaa ’alainal arzaka Wa Tuhassinu bihaa lanal akhlaqo wa ’alaa aalihi washahbihi wasallim.”

* Fadhilahnya : Shalawat ini dinamakan shalawat tausi’ul arzaaq watahsiul akhlaq. Adapun fadhilahnya dan khasiatnya jika dibaca terus menerus niscaya diluaskan rezekinya dan diberi akhlak yang baik. Cara mengamalkannya adalah dibaca setiap selesai shalat fardhu sebanyak 11 (sebelas) kali.

· Shalawat mohon husnul khatimah :

”Allahumma shalli wasalim ’alaa sayyidina Muhammadin wa’alaa alihi washahbihi bi’adadi ma jaraa bihil qalam.”

* Fadhilahnya :
Jika dibaca 10 (sepuluh) kali setiap selesai sholat maghrib, maka dapat memberi faedah menjadi husnul khotimah (yakni mati dengan kesudahan yang baik) dengan membawa iman.

· Shalawat untuk melapangkan kesempitan (kesusahan) :

”Allahumma shalli wasalim ’alaa sayyidina Muhammadin qad dlaaqat hilattii adriknii ya Rasulullahi.”

* Fadhilahnya : Shalawat ini diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada seorang mufti negeri Syam bernama Hamid Affandi Al ’Imadi didalam mimpinya. Rasulullah SAW telah bersabda : ”Jika seseorang membaca shalawat ini, maka Allah akan melapangkan kesempitannya (kesusahannya)”.

Dalam hal ini tidak sedikit orang-orang shaleh yang membuktikannya dan sama berhasil berkah membaca shalawat ini.

· Shalawat untuk berjumpa Nabi dikala mimpi :

”Allahumma shalli wasallim ’alaa sayyidina muhammadin wa’alaa aali Sayyidina muhammad Fikulli lamhatin wanafsin bi’adadi kulli ma’lumin laka.”

* Fadhilahnya : Shalawat ini mempunyai keutamaan dan kelebihan yang besar yaitu jika dibaca insya Allah dapat berjumpa dengan Rasulullah didalam mimpi.

· Shalawat Penolak Penyakit dan Wabah :

“Allahumma shalli ‘alaa sayyidina Muhammadin wa’alaa aali sayyidina Muhammadin Shalatan tadfa’u bihaa ‘annaththa’na wath-tha’uuna. Yaa amruhuu idzaa araada syai-an an yaquula lahu kun fayakun.”

* Fadhilahnya :
Shalawat ini adalah untuk menolak penyakit dan wabah.
Dianjurkan membacanya sebanyak-banyaknya ketika banyak terdapat orang yang menderita sakit dan orang mati.

· Satu Shalawat sama dengan 100.000 Shalawat.

Allahumma Shalli wasallim wabaarik ‘alaa Sayyidina Muhammadin nuridzdzati was sirris saarii fii jami’il asmaa-i wash shifaati.”

* Fadhilahnya :
Lafadh Shalawat ini dari Iman Syadzili rhm dimana satu shalawat sama dengan 100.000 (seratus ribu) shalawat.
Dan Fadhilahnya adalah untuk menghilangkan segala kesusahan (kesedihan, kesempitan, kesukaran).

· Shalawat mohon terhindar dari bahaya dan mohon rezeki yang mudah :

“Allahumma shalli ‘alaa Nuuril anwari wa sirril asraari wa tiryaaqil aghyaari wa miftaahi baabil yasaari Sayyidina wa maulana Muhammadinil mukhtar wa aalihil ath-haar wa ash habilil akhyar ‘adada ni’amillahi wa ifdhalihi.”

* Fadhilahnya :
Jika shalawat ini dibaca setiap seusai shalat fardhu, maka niscaya akan terhindar dari segala marabahaya dan memperoleh rezeki dengan mudah. Shalawat ini adalah shalawat Wali Kutub Ahmad AL-Badawi, manjur untuk mendatangkan segala hajat, cahaya dan rahasia rezeki lahir bathin dan agar dibaca sehari dan malamnya sebanyak 100 (seratus) kali.

· Shalawat mohon kesehatan Jasmani dan Rohani (hati) :

“Allahumma Shalli ‘alaa Sayyidina Muhammadin Thibbilqulubi wa dawaa ihaa wa shihhatil abdaani wa’aafi yatimaa. Wa nuuril abshaari wa dhiyaa ihaa wa qutil ajsaadi wal-arwahi wa ghidaa ihaa wa’alaa alihi washabihii wa sallim.”



* Fadhilahnya : Untuk memperoleh kesehatan Jasmani dan Rohani perbanyak dan biasakanlah membaca shalawat ini.

· Shalawat Nariyah (Kamilah, Tafrijiyah)

“Allahumma shalli shalaatan kamilatan wa saliim salaaman taamman ‘alla Sayyidinaa Muhammadinilladzii tanhallu Bihil uqadu watan fariju Bihilkurabu wa Tuqddlaa bihil hawaa – iju wa tunaalu bihirragharibu wa husnul khawaatini wa yustasqal ghamaamu biwajihil kariim. Wa’alaa aalihii wa shahbihii fi kulli lamhatin wanafasin bi’adadi kulli ma’luumin laka. Yaa Robbal ‘allamiina.”

* Fadhilahnya :
Shalawat ini sangat besar manfaatnya bagi yang mengamalkan membacanya dengan cara yang telah ditentukan.
Yaitu :
Bagi yang mempunyai hajat besar atau hajat yang kecil agar tercapai secara gilang gemilang (sukses) maka bacalah shalawat ini sebanyak 4444 kali.
Untuk melapangkan kesempitan, untuk menghasilkan segala hajat dunia dan akhirat, dan untuk menghasilkan urusan yang disenangi maupun urusan yang dibenci.

· Bersabda Nabi Muhammad SAW :
“Bershalawatlah kamu semua kepadaku dan pergiatlah dalam do’a,
bacalah :
Allahumma shalli alaa muhammad wa ‘alaa aali Muhammad Kama shalaita ‘alaa Ibrahiima wa aali Ibrahima innaka Hamiidun majid allaahumma baarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammadin kamaa Barakta ‘alaa Ibrahima wa aali Ibrahima innaka hamiidun majid.”
* Ket.: Hadist setentang shalawat in, diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan An-Nasa’I dari Ka’ab bin ‘Ajarah ra.

· Shalawat mohon ketabahan jiwa dan raga:

“Allahuma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammadin inmuridz daztiyyi wassirrissarii fil saa iril asmaa-I washshifaati wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wasallim.”

* Fadhilahnya :
Jika shalawat ini benar-benar diamalkan membacanya, niscaya akan memperoleh ketabahan jiwa dan raga.

· Shalawat Sa’adah (kebahagiaan) :

“Allahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammadin ‘adada maa fii-ilmillaahi shalaatan daaimatan bidawami mulkillaahi.”.

* Fadhilahnya :
Menurut Al-‘Arief As-Shawi didalam keterangannya Imam Dardiri dan Ahmad Dahlan, yaitu membaca shalawat kebahagiaan sekali sama kedudukannya demgam 600.000 (enam ratus ribu) shalawat.

Keutamaan Memakai Sorban


Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarakaatuh ...




Sorban adalah sunnah Rasul saw, melarang mengamalkan sunnah adalah hal yg berbahaya dan dosa besar, seluruh muslimin berhak mengikuti nabinya saw, namun ucapkan dg lemah lembut jangan sampai beliau tersinggung.

bib...ane mo nanya neh...penjelasan mengenai dasar hukum pemakaian peci untuk muslim baik di saat shalat maupun dalam kegiatan kesehariannya..?

banyak sekali hadits yg menjelaskan tentang sunnahnya peci/tutup kepala, dan memang itu kebiasaan Rasul saw dan para sahabat radhiyallahu'anum

diantaranya : Ibn Umar ra jika berwudhu ia mengangkat pecinya dan membasahi rambutnya (Sunanul Kubra oleh Imam Albaihaqi)

dari Said bin Abdillah bin Dhirar ra berkata : Aku melihat anas bin Malik keluar dari kakus dengan peci putihnya, lalu mengusap pecinya. (Mushannif Ibn Abdurrazzaq)

berkata Hisyam bin Urwah ra, kulihat Zubair ra melakukan tawaf dan ia memakai peci (Akhbar Makkah oleh Imam Al Faakihiy)

Khalid bin Walid ra dalam peperangan Yarmuk, lalu ia mencari cari pecinya, dan tidak kunjung jumpa, maka peperangan berlangsung dan ia terus mencari pecinya hingga ia menemukannya, dan peci itu sudah usang, ia berkata : Aku hadir saat Rasul saw mencukur rambutnya, dan kutaruh sehelai rambut beliau saw dipeci ini, dan sejak itu aku selalu menang dalam peperangan (Ma'jamul Kabir oleh Imam Attabraniy)

Rasul saw menceritakan kemuliaan dan tingkatan para syuhada, lalu beliau mengangkat kepala beliau saw dan terjatuh peci beliau saw dari kepalanya (Musnad Ahmad dan Sunan Imam Tirmidziy)

berikut hadits bahwa Rasul saw memakai imamah (sorban di kepala:

1. dari Amr bin Umayyah ra dari ayahnya berkata : Kulihat Rasulullah saw mengusap surbannya dan kedua khuffnya (Shahih Bukhari Bab Wudhu, Al Mash alalKhuffain).

2. dari Ibnul Mughirah ra, dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw mengusap kedua khuffnya, dan depan wajahnya, dan atas surbannya (Shahih Muslim Bab Thaharah)

3. para sahabat sujud diatas Surban dan kopyahnya dan kedua tangan mereka disembunyikan dikain lengan bajunya (menyentuh bumi namun kedua telapak tangan mereka beralaskan bajunya krn bumi sangat panas untuk disentuh). saat cuaca sangat panas. (Shahih Bukhari Bab Shalat).

4. Rasulullah saw membasuh surbannya (tanpa membukanya saat wudhu) lalu mengusap kedua khuff nya (Shahih Muslim Bab Thaharah)

dan masih belasan hadits shahih meriwayatkan tentang surban ini, mengenai hadits hadits dhoif yg mereka katakan tentang kemuliaan surban, seandainya kesemua hadits itu tidak ada, cukuplah hadits Nabi saw : "Barangsiapa yg tak menyukai sunnahku maka ia bukan golongangku" (Shahih Bukhari).

apakah yang mendapat sunnah pahalanya itu yang memakai surban seperti yang habib kenakan
apakah peci songkok yamg hitam itu atau topi biasa misalnya tidak mendapat sunnahnya

memakai surban lebih afdhal, namun Rasul saw selalu memakai tutup kepala, maka peci merupakan sunnah

habibana kiranya mohon untuk mengajari kami, ana khususnya untuk memakai sorban seperti yg dipakai habibana umar bin hafidz..

ana jatuh cinta ktika habibana pakai surban yg berbuntut ehehe.. terlihat lebih ganteng, berwibawa.. keren deyhh idolaku ini.. hehehe

ALhamdulillah masih didoakan dan dicintai, menunjukkan indahnya hati anda hingga bersangka baik pada saya, alhamdulillah.. Allah telah memberikan kesembuhan bagi saya,

saudaraku yg kucintai, semoga kita selalu bersatu dalam ruh dunia dan akhirat bersama para shalihin dan Rasul saw.

mengenai Imamah/sorban, cara yg saya gunakan dan digunakan oleh guru mulia adalah ujung imamah diletakkan pada sisi kanan kepala jauh diatas telinga, lalu diarahkan kedepan secara miring hingga diatas dahi, dan diteruskan ke kepala kiri hingga mencapai bagian bawah kepala hampir menutupi telinga kiri, lalu diteruskan ke belakang dan ditindihkan pada kain yg sudah menutup sisi kepala bagian kanan, dengan posisi setingkat lebih rendah dg jarak seperti lebarnya jari telunjuk, dengan posisi tumpuk tapi sedikit lebih rendah, lalu diteruskan kedepan dan diteruskan kearah kiri atas namun sejari lebih tinggi dari yg sudah ada, demikian seterusnya.

panjang kain boleh 5 hasta, 7 hasta atau lebih, baiknya 5 hasta, dan boleh lebih lagi.

mengenai sorban yg berbuntut, bahwa Rasul saw pernah memakai sorban tanpa ada ujung buntutnya, dan Rasul saw pernah memakai sorban yg berbuntut hingga satu hasta, dan Guru Mulia memadukan dua riwayat itu, yaitu antara yg panjang buntut sorbannya sehasta, dan yg tidak berbuntut, maka beliau memakai sorban berbuntut pendek, tidak sepanjang sehasta buntut sorbannya, dan tidak pula tanpa buntut, demi mendapatkan pahala keduanya.

mengenai saya, saya lebih senang memakai sorban yg berbuntut, namun sering terganggu jika menyender di mobil, maka ujungnya itu tertekan tubuh yg menyender di kursi mobil,
hingga ia tertarik keras, hingga membuat posisi sorban sedikit berubah, maka karena itu saya memakai yg tanpa buntut, agar tak ada gangguan lagi saat duduk di mobil,

namun guru mulia menahan gangguan itu demi cinta beliau pada sunnah Rasul saw, Insya Allah saya akan mencapai hal itu jika sudah waktunya

salam rindu tuk anda dan semoga Allah swt selalu membuat hati kita bersamaan dunia dan akhirat bersama para shalihin dan Rasul saw

Allah suka keindahan dan dengan keindahan orang dapt jatuh hati. maksud kata-kata ini bib adalah saya mengamati pakaian, perlengkapan yang habib pakai maupun habib-habib atau kyai dilihat sangat indah shg mengingatkan akan Sang Kholiq. yang saya tanyakan adalah makna yang tersirst dari pakaian& perlengkapan itu seprti makna lidak/selendang , surban dikepala yang mana saya lihat habib satu dengan yang lain itu pola surbannya berbeda dan bahkkan warnanya ada yang hitam..Apakah seorang saya ini juga boleh memakai itu dalam ibadah kesendirian saya/ibadah dirumah dengan tujuan agar lebih hadir dlm ibadah dan bertabaruk/berusaha mengikuti apa yang dicintai para guru.karena kata temen saya yang boleh pakai gituan orang yang sudah berilmu meskipun kamu pakai dlm kesendirian....
mohon penjelasan dari habib mundzir yang saya muliakan agar saya tidak salh dalam melangkah..
bilamana ada kata-kata saya diatas yang salah & tidak berkenan dihati habib saya mohon maaf sebesar-besarnya.jazakumullah khoiron katsiro
Wassalamu'alaikum Wr.Wb

Saudaraku yg kumuliakan,
Mengenai pakaian itu memang ada riwayatnya, Rasul saw pernah memakai jubah yg berwarna, mengenai sorban yg di pundak, itupun sunnah sang Nabi saw, dan khususnya Imamah (sorban yg dikepala), dan ada beberapa riwayat sorban Rasul saw, ada riwayat mengatakan berkuncir di belakang antara kedua pundaknya, riwayat lain sorban beliau saw tak memakau buntut/kuncir, riwayat lain beliau memakai sorban dg kedua telinga terlihat, riwayat lain beliau saw memakai sorban dan kedua telinganya tertutup.

nah.. masing masing boleh memilih, tentunya anda boleh memakainya, bahkan semua muslim, karena pakaian itu sunnah, maka semua ummat beliau disunnahkan memakainya, dan tentunya pakaian yg dipakai sang Nabi saw ini memancarkan aura ilahiyah kepada semua yg melihatnya.

Ana ingin penjelasan tentang makna warna sorban, yg berhak menggunakan sorban, segala hal yg berkaitan dengan sorban...mohon kesediaan habib untuk menjelaskannya...!

sorban yg anda maksud adalah yg dikepala atau yg dibahu?, kita bahas yg dikepala, ia adalah sunnah Rasul saw, demikian yg dibahu.

Rasul saw selalu memakai sorban putih, namun pernah memakai hitam.

semua muslim boleh memakainya karena sunnah Rasul saw

dlm hal ini sorban yg ana maksudkan adalah yg sering dikenakan di bahu, mohon penjelasan makna warnanya, yg berhak mengenakannya,adakah kisah2 riwayatnya, dan lain sebagainya....

sorban dipundak disebut rida, Rasul saw selalu memakainya, demikian pula para sahabat radhiyallahu'anhum, namun sebagian ulama ada yg mengelompokkan bahwa rida hijau adalah untuk ulama, dan rida merah adalah untuk pengajar yg belum menjadi ulama besar, dan rida putih untuk santri, dan rida warna lain adalah untuk umum.

namun adapula yg mengelompokkan bahwa rida hijau adalah untuk ahlulbait Rasul saw, dan rida merah untuk para sufi, dan rida putih adalah untuk para ulama,

namun saya mengikuti Guru mulia, tidak membedakan warna rida, yg jelas memakai rida, bisa hijau, atau warna lainnya.

Yang hamba ketahui memakai surban dalam sholat itu sunnah, tapi guru hamba kurang berkenan kalo santri y memakai surban. Beliau melihat dari segi tasawuf. Hamba ingin mencintai Rasullullah, cara hamba dengan mencoba menjalankan sunnah Beliau yang hamba bisa. Hamba takut kalo hamba melepaskan surban karena guru hamba, bukannya niat hamba kurang tepat, karena takut kualat dan ilmu saya tidak bermanfaat bukannya karena ALLOH SWT. Dan hamba mengabaikan sunnah Rasulullah. Tapi bila hamba tetap memakai surban bukannya itu menjadikan hamba sebagai murid yang durhaka.

sampaikan salam takdhim saya pada guru anda, dan memakai sorban adalah sunnah Rasul saw, melarang mengamalkan sunnah adalah hal yg berbahaya dan dosa besar, seluruh muslimin berhak mengikuti nabinya saw, namun ucapkan dg lemah lembut jangan sampai beliau tersinggung.

apa hukum mengenakan sorban?, apakah harus haji dulu?, ataukah harus menuntut ilmu dipesantren dulu ataukah harus berijazah dl?? dan apa fadhilah mengenakan sorban, gamis, serta selendang?.

mengenai Imamah, rida, dan Qamis,kesemuanya adalah sunnah Nabi saw, siapapun muslimin boleh memakainya tanpa syarat apa apa.

dan tentunya keutamaannya adalah sunnah Nabi saw, dan setiap amal sunnah adalah menambah kecintaan Allah swt kepada kita.

yang saya pernah dengar dari teman saya yang lulusan hadromuth, orang yang menggunakan Imamah itu adalah orang yang sudah mengamalkan kitab bidayatul hidayah.

Dan ada yang bilang jg bahwa dulu orang yang pakai imamah adalah ulama yang sudah terbukti bahwa dia alim, akhlak, dll...

tidak demikian, itu adalah aturan sebagai anjuran penyemangat saja di Tarim agar para pemuda berlomba menghafal bidayatul hidayah, namun intern di Tarim saja dimasa itu.

dan memakai imamah adalah sunnah, boleh dipakai setiap muslim, demikian dijelaskan oleh Guru Mulia kita.

Habib yg sy cintai,kita tahu bahwa memakai sorban merupakan sunah Rasul saw,yg saya tanyakan adalah dimana Rasulullah meletakkan sorban tersebut,apakah di pundak kanan atau pundak kiri?sorban warna apa yg paling disukai Rasul saw?
seandainya tidak ada hadist yg menjelaskan hal tersebut,mungkin habib bisa menjelaskan dari mimpi yg sering habib alami bersama Rasulullah saw.

beliau saw menggunakannya di kanan, sebagaimana beliau selalu menyukai yg kanan daripada yg kiri.

dan warna yg paling beliau saw sukai adalah putih, namun ada riwayat bahwa beliau saw memakai hijau saw.

1 .Apakah hadist yag menguatkan kita apabila kita memakai sorban dan apabila ada seseorang menanyakan "Kenapa anda menggunakan Sorban?"

2 .Apakah disaat Habib menggunakan Sorban ada doa-doa tertentu?

1 .sorban / Imamah, adalah sunnah Rasul saw, dan Rasul saw bersabda : perbedaan antara kita dengan musyrikin adalah Imamah diatas kopyah/peci (Mustadrak ala shahihain hadits no.5903).

maksudnya bahwa muslimin mempunyai ciri khas yg tak dimiliki orang2 msuyrikin, yaitu sorban yg dilipatkan pada peci. maka jelaslah bahwa Rasul saw sangat menginginkan nummatnya saw memakai ini.

bila seseorang bertanya mengapa anda menggunakan sorban, katakan padanya karena sunnah, dan sunnah sudah mulai asing di hadapan muslimin sendiri, maka wajib kita mengenalkannya pada masyarakat,

jangan tertipu dg ucapan : kamu belum pantas pakai sorban!, ini ucapan orang bodoh yg menentang sunnah, orang yg belum pantas pakai sorban hanyalah orang non muslim, dan semua muslim sudah pantas pakai sorban, bila belum mau maka tak apa, namun haram seseorang melarang muslim beramal sunnah.

2. ada doa diantaranya shalawat, ayatul kursiy dan doa doa apa saja yg kita inginkan, namun yg penting adalah niat, yaitu niat untuk membangkitkan sunnah Rasul saw.

Bagaimanakah adab memekai SORBAN?dan apakah sama hukumnya memakai sorban antara orang yg sudah pergi haji dgn yang belum?

mengenai sorban ini merupakan hal yg sunnah dipakai oleh setiap muslim, tidak mesti menanti haji, atau ulama, atau lainnya, selama ia seorang muslim maka ia berhak memakai sunnah Nabinya saw, namun adab adab menggunakannya banyak teriwayatkan, diantaranya bahwa para ulama tak memakainya kecuali dalam keadaan wudhu, dan seyogyanya kita lebih menjaga sikap agar lebih berakhlak saat menggunakannya, misalnya mereka yg masih merokok, maka selayaknya ia tidak memakai sorban saat merokok,

dan guru saya, tak menggunakan sorban saat masuk ke toilet, beliau membukanya saat ingin masuk toilet, dan diajarkan pula saat saya masih nyantri dengan beliau bahwa sebaiknya seseorang menggunakan sorban setelah hafal kitab bidayatulhidayah, namun tidak menjadi larangan bila siapapun ingin menggunakan sorban karena itu adalah sunnah, dan masih banyak lagi adab adab mulia yg sepantasnya dilakukan saat kita menggunakannya.

Habib Munzir yang saya cintai, saya mau menanyakan tentang fadilah memakai sorban dan imamah diwaktu solat. mengapa saya lebih sering melihat para habaib dan kiai meletakkan sorbannya di pundak sebelah kiri daripada sebelah kanan. terimakasih banyak atas jawabannya.

mengenai penggunaan Imamah dan Rida (sorban yg di bahu) adalah Sunnah Rasul saw, dan setiap sunnah Rasul saw yg digunakan dalam kehidupan kita akan menambah keberkahan dan pahala, dan asesoris sunnah yg kita gunakan dalam ibadah, sholat misalnya, akan menambah kesempurnaan ibadah tersebut dengan berpuluh puluh kal lipat, bagaimana tidak?, sedangkan penggunaan siwak disaat shalat melipat gandakan shalat kita 70 kali lipat, shalat yg dilakukan dengan jamaah dilipat gandakan 27 kali lipat dan 27 kali lipatnya ini lebih mulia dari 70 kali lipat pahala siwak,
demikian pula penggunaan Imamah dan Rida tentunya, akan membuat pahala ibadah kita berpuluh kali lipat lebih sempurna.

mengenai penggunaan rida di bahu adalah sunnah Rasul saw, namun ada beberapa riwayat mengenai hal itu, Rasul saw memakainya di kanan, Rasul saw memakainya dilipatkan di kiri dan kanan (seperti saat shalat gerhana) , dan Rasul saw selalu menyukai sebelah kanan dari kirinya, dan mengenai penggunaannya di kiri saya belum pernah mendengar riwayatnya, mungkin ada namun saya belum mengetahuinya, dan hal itu sering dipakai oleh para habaib dan kyai,

guru mulia alhafidz almusnid alhabib umar bin hafidz memakai sorban hingga bertingkat apakah ada makna'a....?
Guru Mulia Habib Umar bin Hafidh
sorban hukumnya sunnah, semua muslim boleh memakainya, namun sebagian ulama kita menjadikan sorbannya lebih besar sebagai tanda bahwa ia siap ditanya dan memberi kejelasan atas hukum dan syariah, semakin besar sorbannya maka semakin luas ilmunya.

Guru Mulia membolehkan kita memakai sorban sepanjang 5 hasta, jika sudah menjadi guru atau pimpinan pesantren atau pemuka agama boleh ditambah.

namun tentunya tidak ada dari kita berani memakai sorban sebesar beliau saw yg sudah merupakan samudra ilmu bagi kita.