Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarakaatuh ..
Tangisan Rasulullah SAW
BismillahirRahmaanirRahim .
Rasulullah
adalah orang yang paling rendah hati, meskipun dia memiliki segala kebajikan
dan keutamaan orang-orang dahulu kala dan orang-orang sekarang, dia seperti
sebuah pohon yang berbuah. Menurut sebuah riwayat, beliau bersabda, “Aku
diperintahkan untuk menunjukkan perhatian kepada semua manusia, untuk bersikap
baik hati kepada mereka. Tidak ada Nabi yang sedemikian diperlakukan dengan
sewenang-wenang oleh manusia selain aku". Kita tahu bahwa beliau dilukai
kepalanya, ditanggalkan giginya, lututnya berdarah karena lemparan batu,
tubuhnya dilumuri kotoran, rumahnya dilempari kotoran ternak. Beliau di hina,
dan di siksa dengan keji. Saat beliau berdakwah di Thaif, tak ada yang
didapatkannya kecuali hinaan dan pengusiran yang keji. Ketika Rasulullah menyadari
usaha dakwahnya itu tidak berhasil, beliau memutuskan untuk meninggalkan Thaif.
Tetapi penduduk Thaif tidak membiarkan beliau keluar dengan aman, mereka terus
mengganggunya dengan melempari batu dan kata-kata penuh ejekan. Lemparan batu
yang mengenai Nabi demikian hebat, sehingga tubuh beliau berlumuran darah.
Dalam perjalanan pulang, Rasulullah Saw. menjumpai suatu tempat yang dirasa
aman dari gangguan orang-orang jahat tersebut. Di sana beliau berdoa begitu mengharukan dan
menyayat hati. Demikian sedihnya doa yang dipanjatkan Nabi, sehingga Allah
mengutus malaikat Jibril untuk menemuinya. Setibanya di hadapan Nabi, Jibril
memberi salam seraya berkata, “Allah mengetahui apa yang telah terjadi padamu
dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat di gunung-gunung untuk
menaati perintahmu.” Sambil berkata demikian, Jibril memperlihatkan para
malaikat itu kepada Rasulullah Saw. Kata malaikat itu, “Wahai Rasulullah, kami
siap untuk menjalankan perintah tuan. Jika tuan mau, kami sanggup menjadikan gunung
di sekitar kota
itu berbenturan, sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung ini akan mati
tertindih. Atau apa saja hukuman yang engkau inginkan, kami siap
melaksanakannya. ” Mendengar tawaran malaikat itu, Rasulullah Saw. dengan sifat
kasih sayangnya berkata, “Walaupun mereka menolak ajaran Islam, saya berharap
dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah
Allah dan beribadah kepada-Nya.” Ketika Makkah berhasil ditaklukkan, beliau
berkata kepada orang-orang yang pernah menyiksanya, “Bagaimanakah menurut
kalian, apakah yang akan kulakukan terhadapmu?” Mereka menangis dan berkata,
“Engkau adalah saudara yang mulia, putra saudara yang mulia.” Nabi Saw.
bersabda, “Pergilah kalian! Kalian adalah orang-orang yang dibebaskan. Semoga
Allah mengampuni kalian.” (HR. Thabari, Baihaqi, Ibnu Hibban, dan Syafi’i). Abu
Sufyan bin Harits, sepupu beliau, lari dengan membawa semua anak-anaknya karena
pernah menyakiti Rasul Saw., maka Ali bin Abi Thalib Ra. bertanya kepadanya,
“Hai Abu Sufyan, hendak pergi kemanakah kamu?” Ia menjawab, “Aku akan keluar ke
padang sahara.
Biarlah aku dan anak-anakku mati karena lapar, haus, dan tidak berpakaian. ”
Ali bertanya, “Mengapa kamu lakukan itu?” Ia menjawab, “Jika Muhammad
menangkapku, niscaya dia akan mencincangku dengan pedang menjadi
potongan-potongan kecil. ” Ali berkata, “Kembalilah kamu kepadanya dan ucapkan
salam kepadanya dengan mengakui kenabiannya dan katakanlah kepadanya
sebagaimana yang pernah dikatakan oleh saudara-saudara Yusuf kepada Yusuf,
….Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami dan
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa). (QS. Yusuf [12]:
91). Abu Sufyan pun kembali kepada Nabi Saw. dan berdiri di dekat kepalanya,
lalu mengucapkan salam kepada beliau seraya berkata, Wahai Rasulullah, ...Demi
Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan engkau atas kami dan sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa). (QS. Yusuf [12]: 91).
Rasulullah Saw. pun menengadahkan pandangannya, sedang air matanya membasahi
pipinya yang indah hingga membasahi jenggotnya. Rasulullah menjawab dengan
menyitir firman-Nya, …Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu.
Mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu) dan Dia adalah Maha Penyayang di antara
para penyayang. (QS. Yusuf [12]: 92). Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari
Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, “Bacakan al-Quran
kepadaku.” Ibnu Mas’ud berkata, “Bagaimana aku membacakannya kepada Engkau,
sementara al-Quran itu sendiri diturunkan kepada Engkau?” “Aku ingin
mendengarnya dari orang lain,” jawab beliau. Lalu Ibnu Mas’ud membaca surat an-Nisa hingga
firman-Nya, Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami
mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).
(QS. an-Nisâ [4]: 41). Begitu bacaan tiba pada ayat ini, beliau bersabda,
“Cukup.” Ibnu Mas’ud melihat ke arah beliau, dan terlihatlah olehnya bahwa
beliau sedang menangis. Dalam kisah ini kita memperoleh pelajaran berharga,
bahwa Rasulullah SAW. sangat mencintai umat manusia. Beliau sangat mengharapkan
agar orang-orang kafir itu beriman. Karena balasan kekafiran adalah neraka yang
menyala-nyala. Rasulullah sendiri pernah melihat neraka. Beliau melihat sungguh
mengerikan neraka itu. Hingga ketika menyadari hal itu, mengalirlah airmatanya
dengan deras. Abu Dzar Ra. meriwayatkan dari Nabi SAW., bahwa beliau mendirikan
shalat malam, sambil menangis dengan membaca satu ayat yang diulang-ulangi,
yaitu, Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba
Engkau juga. (QS. al-Maidah [5]: 118). Dan diriwayatkan saat hari kiamat tiba,
beliaulah orang yang pertama kali dibangkitkan. Yang diucapkannya pertama kali
adalah, “Mana umatku? Mana umatku? Mana umatku?” Beliau ingin masuk surga
bersama-sama umatnya. Beliau kucurkan syafaat kepada umatnya sebagai tanda
kecintaan beliau terhadap mereka. Beliau juga sering berdoa, Allahumma salimna
ummati. Ya Allah selamatkan umatku. Keadaan diri Nabi Muhammad SAW. digambarkan
Allah SWT. dalam firman-Nya, Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari
kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin. (QS. at-Taubah [9]: 129). Alangkah buruknya akhlak kita
bila tak mencintai Nabi, sebagaimana Nabi mencintai kita, berkorban untuk kita,
dan meneteskan airmatanya untuk kita. Di sini, apakah kita hanya berdiam diri
saat Nabi dihina, seolah kita bukan lagi umatnya. Apakah kita rela Nabi
berdakwah seorang diri dan kemudian dilempari batu hingga berdarah-darah,
sementara umatnya yang begitu banyak hanya bisa berdiam diri? Tangisan sang
Nabi hendaknya menjadi pengingat kita, untuk lebih mencintainya, membelanya,
bahkan berkorban nyawa untuknya, sebagaimana ia telah berkorban nyawa untuk
kita agar kita selamat dari siksa neraka. Ya Allah, berilah kami karunia untuk
mecintai Nabi-Mu dan menapaki jalannya yang lurus, bukan sebagai orang yang
sesat lagi menyesatkan. Ya Allah, curahkan shalawat untuk Muhammad selama siang
masih berganti malam, Ya Allah, curahkanlah shalawat untuk Muhammad selama ahli
dzikir dan para shalihin melantunkan dzikirnya, Ya Allah, kumpulkanlah kami
dengan Nabi kami Muhammad di Surga Firdaus yang tinggi dan sejukkanlah
pandangan dan mata hati kami dengan melihatnya dan berilah kami kesempatan
untuk minum dari telaganya, hingga kami tidak akan haus dan dahaga selamanya.
Shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi kita Muhammad , atas segenap
keluarga dan sahabat beliau. Dalam linang air mata membasahi pipi saat kutulis
semua ini Rasulullah, kami pun merindukanmu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar